Your cart is currently empty!
AsahKreasi
– Di padang pasir luas dataran tinggi selatan Peru, tersimpan misteri tua yang telah menyelimuti dunia hingga sekitar dua milenia. Permukaannya kelihatan biasa – tanah dengan warna coklat keoranye dan bebatuan tersebar acak. Tetapi saat dilihat dari langit, panorama tersebut mencerminkan hal istimewa: goresan-goressan tipis yang membentuk pola-pola raksasa mirip lembaran lukisan kuno yang dibuka lebar di pusat gurun itu.
Garisan tersebut dikenal sebagai Garis Nazca, koleksi ukiran besar yang mendeskripsikan binatang, manusia, serta bentuk-bentuk geometri. Ukiran-ukiran itu dibuat lebih kurang 2.000 tahun silam oleh peradaban Nazca, dan tujuan awalnya tetap menjadi teka-teki sampai saat ini.
Namun, berkat bantuan kecerdasan buatan (AI), satu bagian dari misteri ini mulai menemukan jawabannya.
Sebanyak lebih dari dua puluh tahun, Masato Sakai, seorang peneliti dari Universitas Yamagata di Jepang, sudah menginvestigasi Dataran Nazca—a sebuah area dataran tinggi beriklim kering kurang lebih 500 meter di atas permukaan laut. Lokasinya yang jauh dan kondisinya yang keras membantu melindungi gambar-gambar tersebut dari dampak erosi serta aktivitas bercocok tanaman.
Sakai mengklasifikasikan dua jenis utama dari geoglif Nazca:
Sayangnya, sebagian besar gambar permukaan ini kurang jelas sehingga sulit ditemukan dalam foto udara ataupun citra satelit standar. Akibat ukuran mereka yang mini serta lokasi berada di jejak pejalan kaki historis, banyak yang tidak mendapat pengamatan cukup.
Pada periode 2022-2023, kelompok Sakai berkolaborasi dengan IBM Research dalam mengimplementasikan teknik terbaru di bidang tersebut: kecerdasan buatan. Melalui pelatihan model AI menggunakan kumpulan foto geoglif yang telah diketahui, sistem ini pun digunakan untuk menganalisis gambar berkualitas tinggi dari keseluruhan area Nazca.
Hasilnya sungguh mengejutkan: 303 foto baru berhasil ditemukan hanya dalam waktu setahun—hampir meliputi dua kali lipat dari total yang sudah diketahui sejak akhir tahun 1900-an. Sekarang secara keseluruhan terdapat 430 buah foto, di mana 318 fotonya ditemukan oleh Universitas Yamagata mulai tahun 2004.
Prosesnya sangat menarik. Sebaliknya dari pengeditan gambar biasa, AI ini memecah pemandangan tersebut menjadi bagian-bagian kecil yang lebih sederhana dan memberikan probabilitas munculnya geoglif pada tiap area itu.
“Dengan menggunakan metode belajar transference (
transfer learning
“), kita dapat melatih kecerdasan buatan menggunakan data gambar harian dan kemudian memperhalusnya agar mampu menangkap pola yang ada di gurun,” jelas para peneliti tersebut.
Banyak di antara gambar-gambar yang baru ditemukan ini terletak cukup dekat dengan jejak-jejak lama—kira-kira 40 meter saja. Ada juga beberapa yang menggambarkan kepala manusia, hewan ternak, dan bahkan bagian-bagian tubuh seperti toraks.
“Gambaran kepala manusia ini mencerminkan ritual korban bagi para dewa,” ujar Sakai.
Menariknya, objek-objek miniatur tersebut mungkin jauh lebih tua daripada ilustrasi sketsa kasar yang telah lama dikenal sebagai simbol utamanya. Perhatian terhadap aktivitas rumah tangga membedakannya dari fokus pada satwa liar seperti kera atau unggas raksasa dalam lukisan-lukisan besar sebelumnya.
Penempatan figur-figur ini dekat jalur memberi dugaan bahwa mereka digunakan sebagai alat ajar atau panduan spiritual selama perjalanan harian.
Geoglif garis besar biasanya menandai awal dan akhir dari rute ziarah. Prosesi kuno diyakini berjalan menyusuri jalur ini, berhenti di titik-titik penting seperti gambar burung atau paus untuk melakukan ritual bersama.
“Saat itu belum ada tulisan tertulis. Masyarakat mempelajari fungsi manusia dan hewan dari ilustrasi tersebut dan menggunakannya sebagai tempat ibadah,” terang Sakai.
Tanpa ada dokumen tertulis, geogliflah yang bertindak sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai budaya dan spiritual warga Nazca sepanjang ratusan tahun.
Kemajuan teknologi kecerdasan buatan telah meluncurkan babak baru di bidang arkeologi. Teknik ini mendukung pemuatannya tanpa mengganggu lokasi sebenarnya. Mengingat area yang mencapai lebih dari 500 kilometer persegi, penelitian secara manual bisa jadi butuh waktu bertahun-tahun. Namun, dengan bantuan AI, prosedurnya dapat diperpendek hingga hanya beberapa hari saja.
Meskipun demikian, bahaya masih ada. Tambang ilegal, wisata tanpa kendali, serta konstruksi jalan moderen terus merusak integritas tempat ini. Kini dengan adanya peta digital berbasis teknologi AI, baik pemerintah maupun ahli arkeologi memiliki sarana untuk mengidentifikasi area-area yang memerlukan perlindungan seperti pembatas, tanda-tanda peringatan, ataupun rerouting lalu lintas.
Peta ini pun bisa dishare di seluruh dunia, yang membolehkan para peneliti menguji kaitannya antara foto-foto itu dengan variabilitas cuaca, aktivitas jual-beli, atau perkembangan sosial sepanjang lebih dari 1.500 tahun.
Yang dulunya dipandang hanya sebagai tanda-tanda misterius di padang pasir, sekarang ternyata merupakan sistem komunikasi visual kuno. Kolaborasi antara teknologi modern dengan metode penelitian lapangan konvensional telah membuka jendela baru bagi kita dalam menginterpretasikan zaman dahulu.
“Orang Nazca tidak meninggalkan tulisan, tapi mereka menorehkan kisah-kisah yang cukup besar untuk bertahan ribuan tahun,” tutup Sakai.
Sekarang, karena adanya “pandangan baru ke langit” dan algoritme canggih di bumi, kita dapat memahami narasi-narasi tersebut secara lebih lengkap daripada sebelumnya.
Leave a Reply