Skip to content

Tips Penting untuk Menikah Bahagia di Tengah Generasi Sandwich

Tak ada orang yang menginginkan dirinya menjadi bagian dari generasi roti lapis di kehidupannya. Generasi roti lapis merujuk pada mereka yang telah membentuk keluarga baru tetapi masih bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan finansial anggota keluarga lama seperti orangtua dan saudara-saudaranya.

Tidak hanya untuk menopang keluarga sebelumnya (ortu dan kakak beradik), orang dalam posisi sandwich juga sering kali harus mencari nafkah untuk mertua serta saudara iparnya.

Peristiwa itu menjadi kendala lantaran seharusnya suami istri yang telah menikah tak memiliki kewajiban dalam hal mencari nafkah untuk orangtua serta saudara kandung mereka, ortu mertua dengan saudara iparnya, ataupun bagi cucu dan cicit dari anak-anak yang telah membentuk keluarga sendiri.

Di luar alasan pekerjaan dan pendapatan rendah, generasi sandwich juga timbul akibat pandangan orang tua atau mertua yang melihat anak atau menantunya sebagai bentuk investasi. Hal ini membuat mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan finansial atau bahkan meningkatkan kesejahteraan ekonomi seluruh keluarga.

Dalam kondisi fenomena generasi sandwich yang kian berlanjut, pernikahan di era ini bagi pasangan muda bukan saja harus mempertimbangkan aspek finansial dari rumah tangga baru mereka, namun juga situasi keuangan keluarga baik sampingannya maupun orang tuanya.

Akibatnya, pernikahan dengan atau untuk generasi sandwich memiliki kesulitannya sendiri. Banyak individu justru sangat berwaspada dan lebih memilih untuk mengelak dari perkawinan dengan pasangan yang merupakan bagian dari generasi sandwich.

Menurut statistik dari BPS, jumlah perkawinan di Indonesia menurun 6,3% menjadi 1,48 juta kasus pada tahun 2024, mencapai level terendah dalam satu dekade belakangan ini. Ini merupakan catatan terrendah selama sepuluh tahun dan mengalahkan rekor tertinggi yang ada di tahun-tahun sebelumnya.

Jelas saja berbagai alasan mendasarinya turunnya minat menikah, seperti transformasi pandangan pada kaum muda khususnya wanita, kepuasan menjalani gaya hidup mandiri tanpa pasangan, kurang siap secara finansial maupun taklabiliterkait biaya dan tanggung jawab menjadi kelompok sandwich dalam keluarga.

Seemingly, the economic background appears to become a significant reason for the trend of decreasing marriages in Indonesia. If getting married in this economy is considered as a solution, how can marriage liberate couples from the burden of being part of the sandwich generation which they will face?

Menikah untuk atau menjadi bagian dari generasi sandwich bukanlah hal yang pasti menghadapi jalan buntu, hasilnya selalu suram, atau tidak memiliki solusi. Apalagi apabila keputusan perkawinan tersebut telah dirancang dan disusun secara teliti lewat sejumlah saran aman berikut:

1. Keterbukaan dalam Komunikasi.

Kesuksesan sebuah perkawinan, tidak peduli latar belakangnya seperti apa, bergantung pada komunikasi yang terbuka dan jujur antara kedua pihak. Pembicaraan langsung tentang ekspektasi, perasaan, serta ketidakpastian seputar peranan mereka dalam rumah tangga dan masalah finansial—siapa yang akan mencari nafkah dan siapa yang akan mendapat dukungan ekonomi—sangat krusial, terlebih lagi untuk pasangan dengan posisi generasi sandwich.

Diskusi tersebut termasuk menyusun strategi untuk mengatasi tantangan bersama dan membuat rencana yang jelas mengenai bagaimana masing-masing akan berkontribusi di dalam berumah tangga serta mencegah terjadinya konflik yang bisa ditimbulkan oleh beban-beban ekonomi yang selalu dipikul oleh generasi sandwich.

2. Bekerja Sama Dengan Keluarga Besar Untuk Menyampaikan Pengetahuan.

Berkoalisi bersama seluruh anggota famili guna mendapatkan dukungan signifikan dalam menghadapi tantangan generasi sandwich. Mengajak bagian dari kerabat untuk membantu di berbagai aspek seperti merawat orangtua, menjaga anak-anak, ataupun menyediakan dukungan emosi sesuai jadwal dan durasi tertentu.

Memberikan pemahaman kepada keluarga besar untuk meminta bantuan bahwa tanggung jawab terhadap keluarga dalam memberi nafkah akan dibagi dan dialihkan dalam batas serta waktu tertentu demi meringankan beban dan memberikan waktu menyusun serta membangun keluarga barunya, yang berarti pula merealisasikan gagasan dalam memperkuat ikatan seluruh keluarga besar.

3. Tetapkan Area untuk Keluarga dengan Keberhasilan Menjaga Kerahasiaan.

Untuk generasi sandwich, setelah melakukan komunikasi yang jujur, mendefinisikan batasan dalam lingkungan keluarga untuk memelihara privasi menjadi krusial agar dapat mengembangkan rencana serta bersiap-siap meraih target sesuai dengan visi dan misi perkawinan mereka. Privasi di sini bermakna hidup secara mandiri dan menjaga jarak dari orangtua beserta saudara kandung atau mertua dan saudara iparnya.

Satu keputusan penting yang harus diambil jika belum mempunyai hunian sendiri adalah dengan menyewa atau mengontrak sebuah rumah. Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan ruang privat tanpa campur tangan atau ancaman dari pihak luar saat membina keluarga baru, serta terlibat dalam aspek ekonomi mereka. Ini juga merupakan cara untuk bersikap mandiri dan tidak sepenuhnya terbebani oleh tanggung jawab finansial bagi individu yang sebenarnya bukan bagian dari komitmen keluarga tersebut.

4. Susunlah Rencana Jangka Pendek dan Jangka Panjang dengan Jelas Sesuai Dengan Kapabilitas Keuangannya.

Kondisi generasi sandwich umumnya mencakup beban finansial baik ke arah anak-anak maupun orangtua serta antar pasangan. Namun, jika telah membuat keputusan pernikahan berdasarkan pertimbangan dan persiapan yang cermat, disertai kerelaan untuk membuka dialog jujur dan memohon dukungan dari seluruh anggota keluarga dengan memberikan tenggang waktu bagi pengembalian tanggung jawab ekonomi penuh, hal tersebut tentunya membutuhkan transparansi dan dedikasi dalam merancang strategi jangka pendek dan jangka panjang seiring kapabilitas keuangan saat ini guna mewujudkan target-target penting pada rentang waktunya masing-masleya.

Rancanglah perencanaan keuangan secara rinci bersama pasangan Anda khususnya tentang pengeluaran rutin harian serta prioritas lain yang harus dipenuhi sesuai tenggat waktu dan termasuk di dalam rencana baik itu jangka pendek ataupun jangka panjang. Selain itu, juga pikirkan untuk menyisihkan dana darurat agar dapat menyelesaikan segala situasi tak terduga demi menjaga stabilitas kondisi keuangan rumah tangga. Dengan begitu, ketika periode pembayaran utang mencapai titik akhir dan tanggung jawab penuh atas ekonomi keluarga muncul, posisi finansial akan lebih kokoh dan siap.

5. Memanfaatkan Setiap Peluang untuk Memberi Dukungan dan Menemukan Jawaban bagi Para Penopang Keluarga dari Generasi Jeda.

Rencana dan persiapan harus diiringi dengan keseriusan, motivasi, dan kerja keras tanpa henti bersama keteguhan hati. Agar dapat mencapai tujuan-tujuan baik itu dalam jangka pendek ataupun jangka panjang, bahkan untuk menerima sepenuhnya tanggung jawab finansial dari segala arah seperti atasan, bawahan, sebelah kanan atau kiri, diperlukan keberanian dan keyakinan diri tanpa ragu-ragu dan tak peduli malu saat menyambut setiap peluang yang ada demi mendapatkan hasil secara ekonomis.

Pada tahap ini juga dilakukan pencarian alternatif solusi bagi keluarga di tingkat atas maupun bawah, kekananan ataupun kirinya yang masih mengandalkan nafkah dengan tujuan supaya bisa mendapatkan pendapatan mandiri serta menanggung biaya hidupnya sendiri. Dengan begitu, hal itu akan membantu dalam mengurangi beban pada keluarga lain sehingga usaha tersebut secara bersamaan menjadikan suatu harapan untuk mengakhiri siklus generasi roti lapis.

Referensi

https://goodstats.id/infographic/pernikahan-di-ri-kembali-cetak-rekor-terendah-pada-2024-ctxYb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *