NUNUKAN, AsahKreasi
– Penutupan paksa Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Satuan Pendidikan Non Formal (SPNF) yang berada di Jalan TVRI, RT 08, Desa Sungai Pancang, Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, oleh pihak pengelola tanah telah menimbulkan protes dari sejumlah guru dan staf pendidik terkait hal tersebut.
Fasilitas ini dipakai untuk aktivitas pembelajaran Paket A, B, serta C bagi penduduk yang berada di daerah perbatasan antara RI dengan Malaysia.
Keluhan itu dikirimkan ke anggota DPRD Nunukan — yaitu Ramsah, Nadia, Andi Yaqub, Haji Firman Haji Latif, serta Andre Pratama — ketika mereka menjalankan pemantauan terhadap proyek APBD Nunukan tahun 2024 pada hari Selasa, tanggal 15 April 2025.
“Gedung SKB SPNF didirikan atas tanah hibahan. Meskipun telah diperingati sebagai resmi pada tanggal 20 Februari 2025, sang pemilik properti mengunci bangunan tersebut pada 27 Februari 2025,” jelas Kasubag TU SKB SPNF Sebatik, Ade Maini Pasaribu.
Pengepakan dilaksanankan dengan memasang gembok pada gerbang serta membungkus tali besi ke handle kantor tersebut. Sebagai akibatnya, proses pembelajaran untuk 109 siswa dalam program pendidikan luar sekolah ini sepenuhnya berhenti.
Maini menyatakan bahwa memperbaiki minat masyarakat perbatasan dalam hal pendidikan bukan tugas yang ringan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pesertanya adalah orang dewasa dengan rentang usia antara 25 sampai lebih dari 50 tahun, serta mereka cenderung menempatkan prioritas pada aspek finansialnya terlebih dahulu.
“Yang membuat kami kesulitan adalah bahwa hibah tanah tersebut telah resmi dengan adanya akta hibah dan digunakan sebagai landasan untuk membangun gedung SKB SPNF. Namun sekarang aktivitas belajar-mengajar benar-benar berhenti. Mohon bantuan Anda mencari solusinya. Mungkin perlu melaporkan hal ini kepada pihak kepolisian,” ujarnya.
Masalah Sejak Pembangunan Dimulai
Juramdan, kontraktor yang menangani pembangunan, mengatakan bahwa penutupan area adalah hasil akhir dari rangkaian masalah yang dihadapi dari pihak keluarga pemilik tanah sejak tahap awal proyek dimulai.
“Berulang-ulang kali pihak pemilik tanah menyertakan tanda larangan untuk melanjutkan proyek tersebut. Sebagai perusahaan kontraktor, kami telah menandatangi kesepakatan dan bertugas mengakhiri pekerjaan ini dengan sukses; oleh karena itu, hambatan-hambatan ini berulangkali kami usaha atasi lewat pendekatan yang hangat,” terangkan dia.
Proyek konstruksi SKB SPNF Sebatik adalah sebagian dari APBD Nunukan tahun 2024 yang mencakup tiga Ruang Kelas Baru (RKB), sebuah bangunan kantor, serta satu perpustakaan.
Tugas diselesaikan sesuai dengan hasil tender resmi dari Pemerintah Kabupaten Nunukan.
Juramdan menambahkan, pihak keluarga sempat meminta dibangunkan sebuah musala di lokasi lahan.
Permintaannya awalnya diterima, tetapi akhirnya diubah menjadi permintaan untuk mendapatkan uang tunai sebesar biaya pembangunan.
“Saya pun telah membayar sang pemilik tanah berkali-kali. Namun tuntutannya terus berubah. Saya juga bingung mengenai alasannya,” katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Menginginkan Mediasi Cepat Diadakan
Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama, mengungkapkan keprihatinannya atas insiden tersebut. Berdasarkan data yang dia peroleh, hak istimewa atas tanah sudah diakui secara resmi dengan adanya Surat Keputusan (SK) dari Bupati Nunukan sebelumnya, yakni Asmin Laura Hafid.
Dia mengusulkan supaya seluruh pihak duduk bersama untuk menemukan jawabannya.
“Kami mengusulkan agar camat, kepala desa (kades), serta dinas pendidikan turun langsung di lapangan. Lakukan pemetaan masalah dan usaha untuk mediasi. Jika tetap belum dapat diselesaikan, silakan kirim surat kepada DPRD Nunukan, kami akan merencanakan sidang dengar Pendapat,” ujar Andre.