Berita sedih mendadak muncul dari Seringai. Ricky Siahaan, sang gitaris untuk kelompok musik metal ini, telah tiada ketika tengah melakukan pertunjukan di Jepang. Grup melalui platform media sosial resmi miliknya memberitahu berita tersebut kepada publik.
\”Guitarist kita, teman kita, dan keluarga kita, Ricky, kembali pulang secara tiba-tiba usai mengakhiri pertunjukan terakhir dalam tur kita di Tokyo, Jepang. Dia pergi dari dunia ini sambil melakukan hal yang ia sukai: memainkan musik dengan segenap semangat,\” demikian disampaikan Seringai lewat akun Instagram resminya @seringai_official pada Minggu (20/4/2025) dini hari WIB.
\”Ricky merupakan sumber energi, tawa, dan kekuatan baik di atas maupun di luar panggung. Kami merindukan salah satu elemen paling penting dari keseluruhan ini,\” tambah grup musik yang berdiri tahun 2002 tersebut.
Jenazah Ricky Siahaan akan secepatnya dikirim kembali ke Indonesia untuk kemudian dimakamkan di tanah air. Pihak Seringai pun telah menegaskan bahwa mereka akan menginformasikan lebih lanjut tentang berita sedih tersebut.
Proses membawa Ricky kembali ke Indonesia saat ini sedang berlangsung, dan kami akan memberikan detail tambahan tentang peringatan serta penghargaan yang akan diberikan padanya.
Terima kasih untuk seluruh cinta dan dukungan yang sudah kamu berikan semenjak kabar ini tersiar. Kamu adalah bagian dari keluarga kita, dan kita yakin bahwa rasa sedihmu sama seperti kita.
\”Silakan izinkan kami waktu untuk merenung dan mempersiapkan langkah-langkah selanjutnya. Kami akan memberitahu kemajuannya. Semoga perjalananmu sejahtera, Chainsaw, Riffmeister; kita pasti bertemu lagi suatu hari nanti. Teruslah, teruslah, selama-lamanya,\” demikian penutup oleh Seringai.
Profiling Ricky Siahaan dari Seringai: Dimulainya Perjalanan Musiknya
Ricky Siahaan lahir pada 5 Mei 1976 di Tanjung Pandan, Belitung. Ia merupakan gitaris dan juga salah satu pendirinya dari band Seringai yang didirikan tahun 2002. Dengan nama penuh Ricardo Bisuk Juara Siahaan, ia telah menggemari musik sejak masih remaja.
Pada tahun 1995, Ricky yang sedang bersekolah di SMA Negeri 68 Jakarta, yaitu SMAN 68 Jakarta saat itu, bergabung dengan dua teman sekelasnya, Deddy Mahendra Desta serta Cliff Rompies—kedua nama tersebut nantinya akan dikenal sebagai anggota grup musik Clubeighties—untuk mendirikan sebuah band dengan nama Chapter 69. Band mereka sering mengcover lagu-lagu dari Smashing Pumpkins dan juga Ratcat.
Di titik ini, Ricky memulai perjalanannya menuju dunia komunitas musik independen yang biasa bertemu di Poster Cafe. Di tempat tersebut, dia mulai berkenalan dengan beberapa grup lokal lainnya, termasuk Puppen, sebuah band hardcore dari Bandung yang amat dipuji Ricky atas dedikasi dan kemampuan pertunjukan mereka.
Ricky pernah menjadi bagian dari grup musik hardcore bernama Burried Alive. Kemudian di tahun 1999, dia diminta untuk ikut bergabung dengan Stepforward, sebuah band yang berasal dari lingkaran Pertoleran Cafe. Dengan Stepforward, Ricky mencoba menerapkan pendekatan profesional yang dipelajarinya saat bersama Puppen. Di tahun 2001, mereka meluncurkan album bertitel Cerita tentang Harapan Abadi.
Terbentuknya Seringai
Hubungan dekat antara Ricky Siahaan dan Arian13, penyanyi utama grup musik Puppen, berkembang melalui persahabatannya dengan Jill Van Diest dari band Stepforward. Saat Arian singgak di Jakarta, dia biasanya menetap di rumah Ricky, sedangkan ketika Ricky berada di Bandung untuk mendistribusi kaset-kaset milik Stepforward, tempat tinggalnya adalah di rumah Arian.
Setelah Puppen dibubarkan pada tahun 2002, Arian memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Dia dan Ricky memiliki niatan untuk mendirikan sebuah grup musik baru. Keduanya kemudian merekrut Adhitya Ardinugraha (yang pernah bergabung di Pure Saturday), Regina Citra Arini (mantan anggota Traxap), serta Edy Khemod (dari Aparat Mati) guna menciptakan Derai. Band ini terinspirasi oleh gaya musik yang mereka sukai seperti yang ditampilkan dalam karya-karya At the Drive-In, Texas is the Reason, dan Kiss It Goodbye.
Grup band tersebut tidak bertahan lama karena Ricky dan Arian berpikir bahwa gaya musik Derai kurang mencerminkan identitas mereka. Ketika asyik memainkan karya-karya Black Sabbath dan Black Flag, mereka malah menemukan suara yang pas untuk diri sendiri. Inilah awal mula terbentuknya Seringai di tahun 2002.
Rangkaian asli dari band Seringai terdiri atas Ricky, Arian13, Edy Khemod, serta Toan Sirait yang selanjutnya diganti dengan Sammy Bramantyo. Dalam grup ini, Ricky memiliki peranan penting tidak hanya sebagai gitaris tetapi juga penulis lagu dan produser utama.
Dengan band Seringai, Ricky Siahaan sudah menghasilkan mini album berjudul High Octane Rock pada tahun 2004, bersama dengan tiga buah album lengkap yakni Serigala Militia (2007), Taring (2012), dan Seperti Api (2018).
SerinGAI telah menghibur penonton di banyak kota di seluruh Indonesia, serta pernah memukau panggung-panggung internasional seperti Malaysia, Singapura, dan Jepang. Salah satu prestasi besar Ricky Siahaan sepanjang karirnya dengan SerinGAI terjadi ketika grup ini dipilih sebagai pembuka untuk konser Metallica yang diselenggarakan di Stadion Gelora Bung Karno pada tahun 2013.
Di tahun 2006, Ricky pernah merencanakan band metal bernama Deadsquad bersama Stevie Item. Akan tetapi, karena kesibukannya diluar dunia musik, dia memutuskan untuk mundur tak lama sesudah projek itu dimulai. Kemudiannya posisinya diserahkan kepada Prisa Rianzi.
Kariernya Ricky Seringai di Bidang Non-Musik
Ricky Siahaan tidak hanya terlibat dalam dunia musik, tetapi juga aktif di sektor media. Kiprahnya di industri media dimulai tahun 2002 saat dia menjadi produser di stasiun radio MTV On Sky yang kini dikenal sebagai Trax FM.
Di tahun 2005, Ricky Siahaan memasuki bidang jurnalisme dengan perannya sebagai seorang editor di Rolling Stone Indonesia dan naik jabatan menjadi managing editor sampai edisi terakhirnya dicetak pada akhir Desember 2017. Pada tahun 2023, dia mengambil alih posisi baru sebagai CEO dari platform Whiteboard Journal dalam pengembangan karirnya yang berkelanjutan.
Ricky Siahaan adalah seorang musisi yang dengan tegas menentang Rancangan Undang-Undang tentang Musik. Di tahun 2019, dia juga berpartisipasi dalam mendorong untuk mencabut undang-undang itu, karena dianggap membatasi kreativitas para seniman.