Kelima perusahaan yang berada di bawah naungan Duta Palma Group kepunyaan Surya Darmadi dituding terlibat dalam kasus dugaan tindakan pidana korupsi berkaitan dengan penanganan perkebunan kelapa sawit illegal di wilayah kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Kelima perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka adalah PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, serta PT Kencana Amal Tani. Perwakilan dari kelompok ini dilakukan oleh Tovariga Triaginta Ginting dalam posisi Direkturnya, sementara grup tersebut dipimpin oleh Surya Darmadi melalui kepemilikan Duta Palma Group-nya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengklaim bahwa lima perusahaan tersebut dicurigai telah menyelewengkan hukun dengan cara merampas tanah hutan milik pemerintah.
Tindakan tersebut mengakibatkan kerugian finansial bagi negara senilai Rp 4.798.706.951.640 (atau Rp 4,7 triliun) serta USD 7.885.857,36. Nilai ini merupakan hasil pengauditan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Merasukai harta negara senilai Rp 4.798.706.951.640 [atau setara dengan Rp 4,7 triliun] serta USD 7.885.857,36 seperti tertera pada laporan akhir pemeriksaan mengenai dampak finansial dari tindakan diduga melanggar hukum korupsi dalam bisnis perkebunan kelapa sawit yang dilancarkan oleh Duta Palma Group di kabupaten Indragiri Hulu,” demikian disampaikan jaksa saat membaca tuduhan resmi di Pengadilan TindakPidana Khusus Jakarta Pusat, hari Selasa tanggal 15 April.
Dalam berkas perkara yang diajukan, jaksa menyatakan bahwa bisnis milik Surya Darmadi tersebut telah membabat hutan untuk dijadikan kebun kelapa sawit. Tindakan ini terjadi bersama-sama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, yakni Raja Thamsir Rachman.
Pada saat tersebut, jaksa menyatakan bahwa Surya Darmadi mengharapkan agar pembukaan lahan yang sudah dia laksanakan di zona kawasan hutan Indragiri Hulu mendapat persetujuan dari Raja Thamsir Rachman guna menjalankan aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit. Meskipun demikian, ditemukan fakta bahwa lokasi tanah yang diproses permohonannya terletak di dalam batas kawasan hutan.
“Walaupun belum mendapatkan persetujuan utama namun sudah menerima izin lokasi untuk perkebunan kelapa sawit dari Raja Thamsir Rachman. Namun ternyata, area yang diizinkan itu terletak di wilayah hutan,” jelas jaksa.
Di samping itu, ketika menjalankan operasi perkebunan kelapa sawit di area hutan, kelima perusahaan tersebut sama sekali tak mempunyai persetujuan untuk melepaskan lahan hutan walaupun telah mendapat ijin terkait dengan bisnis perkebunan.
Oleh karena itu, menurut jaksa, negara gagal mendapatkan hak-haknya yang terdiri atas penerimaan dari pembayaran Dana Reboisasi (DR), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), serta Sewa Penggunaan Kawasan Hutan.
“Tanpa memiliki izin resmi, mereka sudah melakukan aktivitas perkebunan kelapa sawit di area hutan, sehingga merusak ekosistem hutan serta mengubah fungsinya,” terang jaksa.
Di luar merusak anggaran keuangan negara, tindakan lima perusahaan itu pun menyebabkan dampak ekonomi bagi negara sebesar Rp 73.920.690.300.000 (setara dengan Rp 73,9 triliun).
Jaksa menyatakan bahwa estimasi kerugian ekonomi negara berdasarkan laporan analisis biaya sosial korupsinya serta keuntungan ilegal yang dihasilkan oleh Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada pada tanggal 24 Agustus 2022.
Maka, jumlah keseluruhan dari kerugian finansial negara dan ekonomi negera adalah senilai Rp 78.719.397.251.640 serta USD 7.885.857,36.
Berdasarkan penjelasan jaksa, terjadi kerugian bagi negara akibat hilangnya hak atas pendapatan yang seharusnya didapat dari pemakaian sumber daya hutan. Kerugiannya mencakup berbagai hal seperti provisi untuk sumber daya hutan, dana reboisasi, denda karena eksploitasi serta tarif menggunakan area hutan.
Di samping itu, ada pula elemen kerugian lingkungan yang diukur melalui biaya untuk memperbaiki dampak merusak pada lahan dan ekosistem disebabkan oleh tindakan tidak sah tersebut.
“Rugi itu mencakup biaya kerusakan lingkungan, beban finansial akibat dampak ekonomi pada sektor lingkungan, serta dana untuk memperbaiki fungsi ekologis yang telah lenyap,” jelas jaksa.
Jaksa menegaskan bahwa tindakan keempat perusahaan tersebut yang dilakukan oleh Surya Darmadi bersama dengan Raja Thamsir memberikan manfaat bagi tersangka, yaitu:
-
PT Palma Satu mendapatkan laba senilai Rp1.402.845.776.000 (atau setara dengan 1,4 triliun rupiah) serta USD 3.288.924.
-
PT Seberida Subur mendapatkan laba senilai Rp733.921.521.162 (setara dengan Rp 733,9 miliar) serta USD 116.553,36.
-
PT Banyu Bening Utama mendapatkan laba senilai Rp1.649.199.498.905 (setara dengan Rp 1,6 triliun) serta USD 429.624.
-
PT Panca Agro Lestari mendapatkan laba senilai Rp877.740.376.480 (setara dengan Rp 877,7 miliar) serta USD 1.582.200.
-
PT Kencana Amal Tani meraup laba senilai Rp2.467.499.306.387 (setara dengan Rp 2,4 triliun) serta USD 2.468.556.
Pada tuntutan tersebut, jaksa menyatakan pula bahwa Surya Darmadi meraup laba senilai Rp 7.593.068.204.327 (setara dengan Rp 7,5 triliun) serta USD 7.885.857,36.
Sebagai akibat dari tindakan mereka, lima perusahaan yang dimiliki oleh Surya Darmadi dituduh telah menyalahi Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 bersama dengan Pasal 20 dan juga Pasal 18 Undang-Undang Tentang Tindak Pidana Korupsi serta dijudoi dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Hukum AcaraPidana.
Bukan hanya itu saja, jaksa mengatakan pula bahwa dalam rentang waktu antara tahun 2016 hingga 2022, kelompok lima perusahaan tersebut memanipulasi pendapatan dari aktivitas penyuapan dengan menyalurkannya melalui transfer ke rekening PT Darmex Plantations—perusahaan induk yang dimiliki oleh Surya Darmadi dan aktif dalam sektor pertanian kelapa sawit serta pemrosesan produknya di wilayah Riau.
Selanjutnya, PT Darmex Plantations mengalihkan dana tersebut sebagai dividen bagi para investor, pelunasan hutang milik pemilik saham, penyuntikan modal, serta mentransfer sejumlah dana ke PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, PT Alfa Ledo, dan beberapa entitas bisnis lain dari Surya Darmadi.
Perusahaan-perusahaan yang mendapatkan modal dari PT Darmex Plantations serta PT Asset Pacific selanjutnya melaksanakan pembelian berbagai jenis aset atau paling tidak memperoleh kontrol atas aset-aset itu baik menggunakan nama perusahaan ataupun individu.
Sebagai akibat dari tindakan mereka, lima perusahaan tersebut di dakwahkan berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 bersama-sama dengan Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Penanganan TindakPidana Pencucian Uang serta disertai denganPasal 55 ayat (1) ke-1 dalam Kitab Undang-undang HukumPidana (KUHP).
Dua Perusahaan Holding yang Dimiliki Surya Darmadi Dituntut Sebagai Tindak Pidana Pencucian Uang
Di samping itu, dua entitas lain yang tergabung dalam Duta Palma Group kepunyaan Surya Darmadi, yaitu PT Darmatex Plantations dan PT Asset Pasifik, turut disalahkan atas dugaan pelaku tindakan pidana pencucian uang (TPPU) yang berasal dari praktik suap yang dilancarkan oleh PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, serta PT Kencana Amal Tani.
Pada sidang yang berlangsung saat itu, PT Darmatex Plantations serta PT Asset Pacific diwakili oleh Suryya Darmadi selaku pemilik dari Duta Palma Group.
“Sudah melaksanakan atau ikut terlibat dalam tindakan yang mencakup meletakkan, mentransfer, menggeser hak penggunaan, menghabiskan dana, membayar utang, memberikan warisan, menyimpan, mendeportasi keluar negeri, merombak format, bertukar dengan aliran uang tunai atau dokumen bernilai finansial, ataupun perilaku lainnya,” demikian penjelasan jaksa saat membaca tuduhan resmi bagi kedua badan usaha itu pada hari Selasa (15/4).
“Memiliki harta kekayaan yang dia ketahui atau seharusnya dicurigai berasal dari tindakan korupsi dengan maksud untuk menutupi atau membingungkan sumber dana tersebut,” tambah jaksa.
Juru kampanye mengatakan bahwa tindakannya dimulai dari PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani sudah melakukan aktivitas perkebunan kelapa sawit serta manajemen perkebunan tersebut di area hutan tanpa memiliki persetujuan utama, ijin lingkungan, maupun penyerahan lahan hutan yang sah.
Dari praktek tidak sah tersebut, Jaksa menyatakan bahwa lima perusahaan ini mendapatkan laba di antaranya senilai Rp2.238.274.248.234 (sekitar Rp 2,2 triliun), yang mana jumlah tersebut adalah hasil dari tindakan kriminal korupsi.
Selanjutnya, antara tahun 2016 hingga 2022, PT Darmex Plantations mendapatkan arus dana dari kelima perusahaan tersebut yang berasal dari uang hasil kegiatan ilegal terkait korupsi.
Sesudah mendapatkan arus dana itu, PT Darmex Plantations selanjutnya menyalurkan dana dengan cara memberikan dividen, melunasi hutang para pemilik saham, menyimpan kembali modal, serta mentransfer sejumlah uang ke PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, PT Alfa Ledo, dan beberapa entitas bisnis lain milik Surya Darmadi.
Selanjutnya, jaksa menyatakan bahwa beberapa perusahaan yang mendapatkan investasi dari PT Darmex Plantations dan PT Asset Pacific sudah melaksanakan pembelian berbagaiaset ataupun paling tidak memegang kendali atas aset tersebut dalam nama perusahaan atau individu.
Beberapa asset tersebut meliputi lahan dan gedung, rumah, apartemen, kebun, helikopter, kapal tanker, hingga speedboat.
Sebagai akibat dari tindakan mereka, kedua perusahaan itu di dakwa berdasarkan Pasal 3 atau Pasal 4 bersama-sama dengan Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Penumpasan Tindak Pidana Pencucian Uang beserta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab HukumPidana.