AsahKreasi, BANDUNG –
Pengamat Transportasi dari ITB, Sony Sulaksto, mengatakan bahwa jalur kereta api yang paling masuk akal untuk diaktifkan kembali adalah Banjar-Pangandaran-Cijulang.
Menurut Sony, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi memiliki kesempatan untuk menjadikan rute kereta api Banjar-Pangandaran-Cijulang sebagai prioritas utama karena sifatnya yang amat menjanjikan.
“Area tersebut masih sebagian besar bebas dari permukiman, dengan adanya beberapa sawah di sana-sini, hal ini kemungkinan akan membuat proses pengadaan lahan menjadi tidak terlalu rumit,” jelas Sonny pada hari Selasa, tanggal 15 April 2025.
Menurutnya, rute Banjar-Pangandaran-Cijulang bisa memperkuat daya tarik pariwisata berkat keindahan lanskap yang ada di seluruh perjalanan dari Banjar hingga Pangandaran dan Cijulang.
“Rute Pangandaran tersebut dapat membantu masyarakat mengakses Pantai Pangandaran lebih mudah, dikarenakan salah satu kendala yang sering ditemui adalah jaraknya yang cukup jauh. Dengan adanya kereta api ini diharapkan waktu tempuh dapat dipersingkat menjadi sekitar 3 hingga 4 jam saja,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa selain itu, apabila terdapat anggaran cadangan jalan alternatif lainnya yang dapat diaktifkan kembali, pemerintah akan menghidupkannya melalui rute Bandung-Ciwidey.
“Sebetulnya aset tersebut masih tersedia dan sudah tercatat dengan benar. Yang perlu dibahas hanyalah beberapa hal seperti dampak sosial, serta soal pengadaan lahan; hanya kedua masalah ini saja yang dapat ditangani,” jelasnya.
Menurutnya, sebenarnya terdapat antara sembilan hingga sepuluh lintasan kereta api di Jawa Barat yang dapat direaktivasi. Namun, keadaannya telah berubah fungsinya dan kini menjadi tempat tinggal masyarakat setempat.
“Sesungguhnya jika kita tinjau kembali berdasarkan riwayatnya, tidak seluruh tanah tersebut dahulu milik PT KAI. Sebagai ilustrasi, lintasan seperti Tanjungsari-Bandung awalnya memang digunakan sebagai area pertanian. Pada masa itu, properti ini tak semuanya di bawah kepemilikan PT KAI. Maka ketika kereta sudah tidak lagi operasional, status kekayaan tanah menjadi kabur,” ungkapnya.
“Berbeda dengan situasi di Ciwidey-Bandung, seluruh lahan ini milik PT KAI. Namun, pada praktonya bagian dari lahan tersebut telah dikuasai oleh beberapa karyawan PT KAI dan bahkan sudah mendapatkan sertifikat. Oleh karena itu, untuk dapat mereaktifkan sejumlah lahan tertentu, proses pengadaan tanah menjadi suatu keharusan,” jelaskanya.