Laporan Oleh AsahKreasi Journalist, Vincentius Jyestha
AsahKreasi, SOLO –
Konsep ‘one man one vote’ bakal digunakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) saat melakukan pemilihan ketua umum (ketum) dalam Kongres Nasional pertama mereka di Kota Solo, pada Juli 2025 mendatang.
Ahli Psikologi Politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Abdul Hakim menyebut bahwa ide tersebut seperti membuka proses pemilihan secara lebar sehingga setiap orang memiliki kesempatan untuk dipilih.
Kongres Nasional di Surakarta, Apakah Ini Saatnya Jokowi Bergabung dengan PSI? Ahli: PSI Akan Menjadi Partai Tingkat Sedang
Hanya saja, konsep ‘one man one vote’ sebenarnya justru menguntungkan nama-nama yang sudah populer.
“One man one vote untuk pemilihan ketum itu sangat dipengaruhi oleh popularitas dan akseptabilitas seorang sosok,” kata Abdul Hakim, saat podcast bersama TribunSolo, Senin (14/4/2025).
Ketua DPW PSI Jawa Tengah Antonius Yoga Prabowo pernah mengatakan bahwa beberapa nama telah terdaftar dalam daftar calon ketum PSI, beberapa hari yang lalu.
Daftar tersebut meliputi Ketua Umum PSI yang sekarang yaitu Kaesang Pangarep, Ketua Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI, Agus Herlambang sampai dengan Deputi Menteri Kependudukan dan Pengembangan Keluarga di Indonesia, Isyana Bagoes Oka.
Berdasarkan konsep satu orang satu suara, sekitar 2.000 anggota yang hadir akan memiliki hak pilih untuk memutuskan kepemimpinan mereka.
Arti di Balik Penentuan Solo Sebagai Tempat Untuk Kongres Pertama PSI, Apakah Terdapat Hubungan Dengan Jokowi?
Abdul Hakim menggarisbawahi bahwa figur yang paling digemari among calon-calon partai bermahkota mawar tersebut memiliki peluang besar untuk menjadi presiden parti terpilih.
(Note: There seems to be an inconsistency with “ketum” which typically refers to Ketua Umum (General Chairman) rather than ‘president’. I’ve kept the spirit of translation but adjusted for clarity.)
“Yang menjadi pertanyaan adalah diantara ribuan orang tersebut, siapakah nama yang paling terkenal. Sebab seseorang yang hadir dan diberikan sebuah nama asing, peluang untuk memilih mereka rendah,” jelasnya.
“Maka menurutku dalam hal mekanismenya (sistem satu orang satu suara) cukup transparan. Namun dari sudut pandang ilmu politik, sebenarnya ini hanya memberikan keuntungan kepada beberapa figur tertentu,” tambahnya.
Selain itu, Abdul Hakim tidak membantah bahwa Kaesang hingga Isyana Bagoes Oka memiliki peluang lebih besar untuk mengambil alih pimpinan di PSI karena reputasi mereka yang telah dikenal oleh para kader partai tersebut.
“Iya, sebenarnya potensinya hanya tertuju pada beberapa nama yang telah dikenal luas di antara kader-kader PSI,” tandasnya.
(*)