Skip to content

Paskah 2025: Ziarah Harapan yang Menggetarkan Jiwa

Paskah 2025: Perjalanan Harapan melalui Lagu Batin

Terdapat kesedihan yang mengalir bagai aliran sungai pada pagi Paskah. Bukanlah kesedihan biasa yang hilang seiring dengan kabut pagi, melainkan kesedihan kekal yang memegang erat jiwamu, mendorong kita keluar dari teduhan kematian menuju dekapan cahaya. Tahun 2025 tidak hanya merujuk kepada satu hari atau peringatan sederhana yang berlalu layaknya cuaca. Ini merupakan letusan kebahagiaan, ajakan mulia untuk melakukan petualangan harapan: sebuah perjalanan yang mentransformasi pasir menjadi intan, tangis menjadi tari, serta lukisan menjadi nyanyian.

Bayangkan subuh hari Paskah tahun 2025. Lonceng gereja berkumandang meriah, mengabadikan kemenangan dalam kehidupan yang masih terombang-ambing oleh masalah. Dalam deru kemajuan teknologi, pertempuran spiritualitas, serta keraguan yang mencekam, Paskah hadir layaknya pelangi pasca hujan: membawa janji akan semburat harapan abadi. Saat itu, serupa dengan Maria Magdalena, kita berada di sisi makam yang kosong, mendapati diri didera suatu panggilan halus namun jelas, \”Anak-Ku!\” Lalu secara instan, hati yang tadinya dingin menjadi hangat, sedangkan rohani gelap pun mulai bersinar cerah.

Paskah: Lagu Kebangkitan di Atas Salib

Paskah merupakan sebuah lagu. Lagu ini muncul dari kesunyian pada hari Jumat Agung saat tiang salib berdiri tinggi sebagai simbol kasih yang bersedia merasakan luka. Lagunya pecah dalam perayaan Paskah, ketika batu nisan bergeser dan Yesus, sang Cahaya, menapaki langkahnya keluar, menginjak mati dengan kakinya yang hidup. Paskah tahun 2025 adalah ajakan untuk turut bernyanyi; tidak harus menggunakan nada yang sempurna, tapi dengan hati yang dipenuhi antusiasme.

Sendu dan kegembiraan bertabrakan dalam Paskah. Sendunya terjadi saat kita memandang salib, merasakan bebannya atas segala dosa yang ditopang-Nya tanpa cela. Kegembiraan datang ketika kita melihat makam kosong itu, menyadarai bahwa kasih-Nya jauh melebihi kemampuan maut. Dalam tahun 2025, sementara dunia bergoncang akibat pergolakan perubahan, Paskah membimbing kita untuk menciptakan harmoni suci tersebut. Ia berujar, “Jangan gentar! Saya sudah bangkit, dan saya senantiasa ada bersama kamu.”

Ziarah Harapan: Menari di Antara Ribut

Ziarah harapan merupakan perjalanan yang kita lalui dengan keyakinan. Perjalanan itu tidak selalu halus seperti aspal, namun jalur berkelok-kelok dipenuhi batu kerikil serta duri-duri. Sama seperti para murid di sepanjang jalan menuju Emmaus, kita sering kali bergerak dengan wajah terarah ke tanah, jiwa penuh pertanyaan: “Dimana Tuhan dalam kesulitan ini?” Meski begitu, pada saat-saat ketika langkah menjadi lesu, Yesus hadir, bukannya sebagai raja disertai tepuk tangan meriah, tapi lebih dari sekedar teman yang menginjak bersamaku, mendengarkan keluhan kami, dan menyala kembali bara semangat dalam diri kami.

Perjalanan ziarah ini merupakan ajakan bagi kita semua untuk merenung dan menyaksikan kehidupan dengan perspektif baru. Tahun 2025 nanti, saat layar telepon seluler cenderung mendominasi pandangan kita daripada realitas sekitar, serta rasa kesendirian yang sesekali muncul dalam suasana ramai, harapan Paskah membimbing kita kembali kepada nilai-nilai penting: berdoa tanpa hiasan, memberi bantuan dengan tulus, dan memiliki semangat besar dalam mengampuni orang lain. Harapan tak sekadar khayalan; itu seperti bintang yang masih gemerlita di tengah malam gelap paling kelam, menjadi petunjuk arah menuju rumah.

Refleksi: Menari di atas Luka, Bersenandung di Atas Kesedihan

Untuk saya, perenungan Paskah kali ini menjadi sebuah pertunjukkan rohani. Paskah tahun 2025 memimpin kita untuk berdansa —bukan di atas panggung yang terang-benderang, tapi di atas lukai-lukai diri sendiri. Lukisan kekecewaaan yang menyebabkan kita enggan merencanakan mimpi-mimpi baru, luka pengkhianatan yang menciptakan keragu-raguan tentang kasih sayang, lukisan kesedihan yang melenyapkan kemampuan senyum— semua disatukan dalam irama pementasan ini. Karena, Kristus yang telah bangkit membawa jejak-jejak luka-Nya, dan lukis tersebut bukan lagi simbol dari kekalahan, melainkan suatu gelar kemenangan.

Injil Yohanes 20:1-9 membimbing kita pada saat-saat awal kebangkitan, dimana Maria Magdalena, Petrus, dan murid kesayangan-Nya berlomba-lomba menuju pemakaman. Maria hadir dengan hati penuh dukanya, menyaksikan batu nisan digeser dari tempatnya, serta merasakan kecurigaannya bahwa jasad Tuhan Yesus sudah disita orang-orang. Sementara itu, Petrus bersama satu lagi murid juga segera berlari, didorong oleh perpaduan antara harapan dan keraguan, namun hanyut tanpa hasil karena semua apa yang tersisa adalah kain penutup mayit yang rapi dibentuk, suatu bukti bahwa kematiann telah ditundukkan, mati pun telah dilipat menjadi tak relevan lewat kuasa kain penutup tersebut yang tetap ada di ruang pemakaman kosong ini. Hal ini merupakan simbol bahwa badan ilahi itu sendiri tidak dapat lagi ditahan oleh alam bawah sadar manusia setelah melewati masa pembelajaran hidup dan meninggal dunia. \”Dia memandangi hal itu dan mulai percaya\”, begitu bunyi catatan Alkitab tentang si murid yang selalu dicintai. Meski demikian, keyakinan mereka belum mencapai titik maksimal; proses pertumbuhan dalam pengharapan masih sangatlah penting bagi mereka.

Cerita ini menunjukkan kondisi saat ini pada tahun 2025. Kehidupan kita dipenuhi oleh tantangan tak terduga: ancaman perubahan iklim, pemecahan sosial menjadi dua bagian, serta pertempuran batin yang membuat kita merasa hilang orientasi. Sama halnya dengan Maria, kita kerapkali jatuh dalam kesedihan, yakin bahwa harapan sudah \”dirampas\”. Mirip Petrus, ada kalanya kita maju dengan antusiasme tapi kemudian ragu-ragu ketika bertemu realitas. Namun demikian, layaknya murid-murid Yesus yang dicintai-Nya, kita diminta untuk \”mengobservasi dan meyakini\”, yakni menyadari indikator-indikator adanya penyertaan kasih Tuhan di sekeliling kita: kebajikan-kebajikan sederhana di tengah chaos global, rasa cinta yang masih tersisa walaupun dunia tampak suram, serta kekuatan Ilahi yang aktif secara tenang.

Menari di atas lukamu artinya mengakui bahwa rasa sakit kita sungguh-sungguh ada namun tak selamanya demikian. Sementara bernyanyi meski dalam penderitaan bermakna memiliki iman layaknya para murid di makam kosong itu, yakinlah bahwasannya Yesus sudah bangkit dan tengah menyediakan jalanan baru buat kita semua. Dalam tahun 2025 ini, saat kemajuan teknologi kerapkali bikin kita melupakan hadirnya Tuhan serta hiruk pikuk dunia seringkali membisukkan pendengaran kita dari bisikan-Nya, perayaan Paskah undang kita supaya istirahat sejenak, mencermati kain kafan yang dilipat-lipat tersebut, dan percaya pada harapan hidup segar yang bakal datang menjemput.

Bayangkan jika kita sedang duduk di pinggir Danau Galilea, layaknya para murid seusai Kebangkitan. Yesus akan mengucapkan, \”Ayo, mari makan bersama saya!\” Dalam Meja Paskah tersebut, kita diajak merayakan dengan gembira, menyantap roti dan ikan sebagai simbol dari kemurahan hatinya yang tak terbatas. Disinilah kita tidak hanya menjadi orang asing yang lelah atau penjahat yang tersesal, namun juga putra-putri yang dipanggil kembali kepada lindungan Bapa. Perjalanan harapan akhirnya membawa kita hingga ke jamuan ini: sebuah ruangan dimana setiap air mata dibuang, semua beban dikurangi, serta tiap jiwalah belajar untuk bernyanyi puji-pujian.

Panggilan Paskah 2025: Terbangun dan Berkilaukan!

Paskah 2025 merupakan ajakan untuk berdiri tegak. Berdirilah di atas ketakutan yang mengikat, lepaskan diri dari kekecewaan yang mencuri impianmu, dan siaplah menjadi penerangan bagi dunia yang gelap gulita. Perjalanan harapan ini tidak memiliki akhir, namun tiap langkah melambangkan sebuah doa, setiap titik peluh mewujudkan pengorbanan, serta tiap tawa membuktikan bahwa Kristus sudah bangkit—dan kita juga dipanggil untuk menikmati kehidupan baru bersama Dia.

Pada tahun ini, marilah kita menyambut Paskah dengan keikhlasan, sama halnya bungan yang berkembang ketika mendapat cahaya mentari. Marilah kita merayakan harapan dengan semangat penuh lagu, pandangan dipenuhi kilatan harapan, serta rohani bergoyah dalam gembira. Karena, baik dalam kediaman atau keriuhan, Tuhan senantiasa menemani kami, dan dalam genggaman-Nya, harapan menjadi api yang tidak akan mati.

Krisis sudah bangkit! Benar-benar Dia sudah bangkit!\”

Maaf atas kesalahan sebelumnya dalam versi saya yang tidak tepat. Berikut adalah perubahan yang lebih sesuai:

\”Kristus telah terbangun! Memang benar, Ia telah terbangun!

Selamat Paskah, saudara-saudaraku. Ayo kita berjalan, bergoyang, dan bermelodinya di dalam cahaya kekal-Nya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *