AsahKreasi
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah pemicu primer untuk kondisi stroke.
Mengutip
UK
Stroke Association
, hipertensi adalah satu-satunya faktor risiko utama yang dapat menyebabkan serangan strok.
Hipertensi bertanggung jawab atas kira-kira 50% kasus serangan strok di antara populasi umum.
Maka dari itu, dokter umumnya akan mengusulkan kepada penderita stroke untuk meminum obat hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Itu bertujuan untuk menjaga tekanan darah tetap stabil secara konsisten serta mengurangi kemungkinan terserang strok lagi.
Itu mirip dengan cerita yang pernah disampaikan oleh aktor Indonesia Tio Pakusadewo.
Tio Pakusadewo pernah mengalami hal tersebut.
stroke dua kali
pada 2020.
Tetapi, laki-laki berusia 61 tahun tersebut menolak untuk mengonsumsi obat penurun tekanan darah.
Dalam sebuah wawancaranya dengan media di Jakarta, Tio mengatakan dirinya disarankan dokter untuk minum obat hipertensi.
Dokter merekomendasikan pembelian obat tekanan darah tinggi secara permanen, tetapi saya tidak setuju. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-hari, saya memilih untuk tidak mengonsumsi (obat resep hipertensi) apapun,” demikian disampaikan pada laman tersebut.
AsahKreasi
pada Rabu (9/4/2025).
Selanjutnya, apa yang disarankan dokter mengenai aturan penggunaan obat penurun tekanan darah bagi pasien yang memiliki sejarah serangan strok?
Haruskah orang dengan stroke mengonsumsi obat tekanan darah tinggi?
Dr. Santi sebagai Spesialis Manajemen Kesehatan dalam Human Resources Korporasi Kompas Gramedia menyebutkan bahwa individu yang memiliki catatan penyakit strok harus memantau tekanan darah secara ketat.
“Sebab tekanan darah tinggi seringkali tak menunjukkan gejala. Umumnya memang tidak ada tanda-tandanya,” jelas Santi kepada
AsahKreasi
pada Selasa (15/4/2025).
Memakan obat yang diresepkan oleh dokter merupakan metode yang populer dan sering diusulkan oleh para profesional kesehatan sebagai langkah penting dalam menormalkan tekanan darah tinggi.
Namun, dia menyebutkan bahwa untuk menangani hipertensi dapat dicapai dengan menerapkan pola hidup yang sehat secara umum dan tetap konsisten dengannya.
“Tekanan darah bersifat dinamis. Dapat diatur melalui pola hidup yang baik, konsumsi makanan bergizi, istirahat tercukupi, aktivitas fisik (bergerak), rutinitas olahraga, manajemen stres, serta menjauhi perilaku tidak sehat,” jelasnya.
Artinya, orang yang mengalami strok kemungkinan tidak perlu meminum obat tekanan darah selama sisa hidup mereka.
“(Minum) obat dapat dihentikan, namun pengontrolan tekanan darah tidak boleh berakhir,” terangnya.
Selanjutnya, Santi juga mengatakan bahwa untuk mengelola kesehatan orang dengan riwayat serangan stroke tidak cukup hanya mengontrol tekanan darah.
“Pencegahan stroke (berulang) tidak hanya dari kelola tekanan darah saja. Tapi, juga perlu mengelola berbagai faktor risiko lain, seperti kadar gula dan kolesterol dalam darah, kekentalan darah, kesehatan jantung, berat badan,” jelasnya.
” termasuk juga dalam hal menghindari paparan terhadap rokok dan asap rokok,” tambahnya.