Mesin Tua dan Biaya Tinggi Menghentikan Penggunaan Jembatan Emas


AsahKreasi

Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hidayat Arsani, mengklaim bahwa Jembatan Eko Maulana Ali Suroso (Emas), yang berada di antara Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka via rute timur, tidak dirancang sebagai fasilitas lalu lintas darat.

Jembatan terkenal ini, yang telah dirancang dan dipbangun lebih dari sepuluh tahun silam menggunakan sistem perencanaan Anggaran

multiyears

Sekarang hanya berfungsi sebagai monumen infrastruktur dengan area tengah yang tetap terbuka ke atas.

“Saya mohon maaf kepada penduduk Kepulauan Bangka Belitung. Selama bertugas dalam kurun waktu lima tahun terakhir, bagian tengah dari posisi jembatan akan tetap diangkat,” ungkap Hidayat usai melakukan inspeksi di jalur Pelabuhan Pangkalbalam, Rabu (30/4/2025).

Menurutnya, keputusan tersebut diambil guna memfasilitasi kemulusan navigasi kapal-kapal yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi lokal.

” Ini bertujuan untuk memfasilitasi perjalanan kapal dan terkait erat dengan ekonomi kita sendiri,” jelasnya.

Hidayat mengatakan bahwa aktivitas pembukaan dan penutupan jembatan sudah diberhentikan lantaran biaya pemeliharaannya yang terlalu mahal, yaitu sebesar Rp 1,6 miliar setiap tahunnya.

Di samping itu, sistem hidrolik jembatan telah aus dan komponennya tak lagi dibuat, sehingga berisiko rusak yang pada akhirnya dapat memperlambat aktivitas pelayaran.

“Bila suatu saat jembatan tersebut rusak dan tak dapat diangkat, sedangkan banyak kapal ingin melintas, hal itu akan berdampak negatif pada ekonomi,” terang Hidayat.

Dia menambahkan bahwa pencarian untuk mencari suku cadang telah dijalankan ke beberapa negara, namun tidak berhasil karena teknologi pada mesin tersebut sudah ketinggalan zaman dan tidak lagi diproduksi.

“Dalam hal ini adalah sesuatu yang telah kita persiapkan sebelumnya,” katanya.

Pilihan lain untuk menghasilkan mesin baru secara lokal, misalnya dengan pembuatan bubutan mandiri, dipandang kurang efektif akibat durasi panjang serta biaya tinggi yang diperlukan.

Dengan demikian, dana yang tadinya direncanakan untuk biaya perawatan jembatan akan dipindahkan guna memenuhi keperluan konstruksi yang lebih penting.

Di samping masalah jembatan, Hidayat juga mengkritik keadaanmuara Pelabuhan Pangkalbalam yang terus menderita akibat pendangkalan.

Dia menjelaskan bahwa ketinggian air berkurang sebanyak 80 cm di bawah ambang batas normal 4 meter, hal ini secara langsung memengaruhi peningkatan biaya operasional kapal.

“Lantaran mengikuti perubahan naik turunnya harga, biaya kapal meningkat drastis dariRp 50 juta hingga mencapai Rp 200 juta, hal ini sebanding dengan kondisi yang ada di Papua,” katanya.

Sebagai alternatif, pihak berwenang merancakan untuk mentransfer operasional dermaga ke Belinyu atau Sadai dan melaksanakan pengecoran saluran dengan menggunakan kapal penyedot timah dikarenakan terbatasnya anggaran dari APBD ataupun APBN.

“Penyelesaiannya akan menggerakkan kapal tersebut ke Belinyu atau Sadai dan proses ini akan dijalankan dengan melakukan pengkerukan melalui kapal penyedot timah dikarenakan dana dari APBD dan APBN tidak tersedia,” jelas Hidayat.


(Penulis Kontributor Bangka Belitung AsahKreasi: Heru Dahnur)

Artikel menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com