Berbicara tentang teknologi elektrifikasi, jangan melewatkan tipe kendaraan bermotor bernama Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV), yang memakai hidrogen sebagai sumber tenaganya. Walaupun penerapannya saat ini belum banyak dilihat, teknologi tersebut lebih bersahabat dengan lingkungan karena hasil buangannya hanya berbentuk air atau H2O saja.
Mengapa bisa demikian?
Berbeda dari kendaraan biasa yang menggunakan tangki bahan bakar atau mobil listrik dengan baterai besar, FCEV memiliki tabung hidrogen bertekanan. Contohnya seperti Toyota Mirai yang mampu menampung hingga 6 kilogram hidrogen saat diisi penuh.
Proses pengisiannya cukup cepat, hanya antara 3 hingga 5 menit saja hingga penuh. Secara keseluruhan, ini tidak menghabiskan banyak waktu dan Anda dapat segera melanjutkan petualangan Anda dengan mudah.
Selain itu, ketika hidrogen telah diisikan ke dalam tabung, proses berikutnya adalah reaksi kimia antara gas hidrogen dan udara melalui sebuah panel yang dikenal sebagai
fuel cell stack
.
“Oleh karena itu, tidak diperlukan tabung oksigen untuk mendapatkan oksigen; hal ini didapat dari udara sebab kandungan dalam udara adalah 21% oksigen dan 79% nitrogen,” jelas peneliti Teknik Elektrokimia ITB Hary Devianto saat berada di Toyota Motor Manufacturing Indonesia Karawang Plant pada hari Senin (14/4).
Kemudian komponen
fuel cell stack
tadi berisikan blok
fuel cell unit
yang terbentuk dari komponen katoda, elektrolit, dan anoda, serta
fuel cell power control
sebagai titik pusat kontrol untuk aliran tekanan hidrogen yang diperlukan.
Agar proses reaksi kimia dapat berlangsung, oksigen dari lingkungan sekitar mobil diperkenalkan kedalamnya
fuel cell unit
Pada waktu yang bersamaan,
fuel cell power control
juga mengirimkan hidrogen dari tangki ke bagian yang sama.
Kedua komponen bereaksi melewati membran polimer elektrolit yang dilengkapi dengan anoda dan katoda. Hidrogen dipompakan ke anoda sehingga terurai atau mengalami ionisasi menjadi elektron serta ion hidrogen (proton).
Pada saat yang sama, arus elektron yang melewati membran tersebut akan menciptakan tenaga listrik, yang selanjutnya di distribusikan.
fuel cell stack
Untuk memutar roda digunakan motor listrik. Ion hidrogen berinteraksi dengan hidrogen di sekitar katode untuk membentuk H2O atau air.
‘Oksigen dari udara bertemu dengan hidrogen sebelumnya untuk membentuk H2O, dan cairan tersebutlah yang kemudian menetes. Ketika akselerasinya meningkat, kecepatan motor pun naik sehingga gerakan elektron menjadi lebih cepat; semakin cepat ini akan memperbesar konsumsi hidrogen,’ jelas Hary.
Harus diperhatikan bahwa selain tangki hidrogen, kendaraan berbasis sel bahan bakar masih memerlukan baterai untuk menampung listrik hasil proses tersebut.
regenerative braking
, atau lebih banyak elektron yang diproduksi dari
fuel cell stack
yang terus bekerja.
Saat baterai telah terisi dengan baik, maksimalkan sebagai penyedia energi pada waktu akselerasi lembut. Apabila muatan mesin bertambah, lakukan langkah berikut:
fuel cell power control
akan mengharapkan pasokan hydrogen.
“Makanya konsep baterai dan
fuel cell
itu saling melengkapi. Kalau
idling
Lebih baik menggunakan baterai saja, jadi hemat energi. Energi yang dibutuhkan tidak perlu terlalu besar.
fuel cell
inilah sebabnya fokus utamanya harus kearah itu
heavy duty
atau
long distance
,” pungkasnya.
***
AsahKreasiNew Energy Vehicle Summit 2025 akan diselenggarakan pada hari Selasa, tanggal 6 Mei 2025, di lokasi MGP Space yang terletak di area Taman SCBD.
Diskusi forum kali ini melibatkan sejumlah stakeholder seperti tokoh-tokoh dari dunia usaha, ahli professional, dan juga duta-duta pemerintahan yang hadir bersama-sama guna membahas serta menyumbangkan perspektif mereka tentang arah pengembangan industri kendaraan bermotor yang ramah lingkungan di masa mendatang.
Daftar sekarang di:
kum.pr/nev2025
.