AsahKreasi–
Suneung
Merupakan tes nasional di Korea Selatan yang wajib dijalani oleh para siswa sekolah menengah atas atau sederajat apabila mereka berencana untuk meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Suneung
Dikenal secara global sebagai salah satu tes nasional terberat, setara dengan ujian
gaokao
Di China, sebagian besar pelajar tingkat SMA atau setingkatannya perlu mendalami studinya paling tidak dalam waktu satu tahun guna mempersiapkan diri menghadapi ujian tersebut.
Dilansir dari
The Korean Herald, Suneung
yang merupakan kependekan dari College Scholastic Ability Test (CSAT) dalam bahasa Korea, tidak sekedar sebuah tes akademis biasa.
Memang benar pendidikan sangat ditinggikan. Menurut perspektif masyarakat Korea, tes ini menjadi penentu jalannya kehidupan sebab hasilnya berdampak pada bukan saja seleksi perguruan tinggi, melainkan juga kesempatan kerja, gaji, serta status sosial individu di kemudian hari.
Siswa yang terlambat akan diboyong oleh petugas kepolisian.
Setiap kali pelaksanaan ujian vital itu tiba, kepolisian di Korea berusaha lebih keras lagi guna menjamin bahwa tak ada satupun peserta ujian yang tertinggal dari kesempatan sekali seumur hidup ini.
Menurut data dari Polri Korea, selama Suneung tahun 2024, pihak berwenang membawa 154 peserta didik ke tempat pelaksanaan ujian dengan menggunakan mobil resmi dan juga menyampaikan kartu identitas yang tertinggal kepada delapan belas orang siswa lainnya.
Selain itu, lebih dari 11.000 personel polisi dikerahkan di 1.282 lokasi ujian di 17 kota dan provinsi untuk memastikan kelancaran ujian bagi sekitar 520.000 peserta ujian. Tugas mereka mencakup mulai dari mengangkut lembar ujian, berpatroli di sekitar lokasi ujian, hingga memastikan pengiriman lembar jawaban tetap aman setelah ujian selesai.
Satu negara berhenti sejenak
Melansir
BBC
, setiap tahunnya, seluruh negara berhenti beroperasi sejenak untuk menjaga keadaan tetap kondusif saat ujian berlangsung.
Saat ujian dimulai, seantero negeri itu tiba-tiba berhenti bernapas. Untuk jangka waktu 35 menit, penerbangan harus dibatalkan demi mencegah gangguan bising yang bisa mempengaruhi tes pendengaran dalam Bahasa Inggris tersebut.
Di samping itu, pesawat yang melewati area pemeriksaan wajib terbang pada ketinggian di atas 3.000 meter, tindakan ini bertujuan untuk mencegah gangguan akibat suara bising yang bisa mempengaruhi fokus para pelaku ujian.
Beberapa kantor membuka operasionalnya lebih terlambat supaya para orangtua mampu mendampingi dan menemukan anak-anak mereka dengan sempurna sampai tempat pelaksanaan ujiannya. Bahkan latihan militer ditiadakan serta bursa efek dibukanya juga menjadi lebih telat. Tujuannya semua hal tersebut adalah untuk memastikan bahwa calon siswa atau peserta ujian bisa berkonsentrasi sepenuhnya tanpa ada pengganggu.
Siswa mengambil risiko besar guna lolos dari ujian tersebut.
Untuk sebagian besar siswa, Suneong tidak hanya merupakan tes akademis biasa, melainkan sebuah pengujian hidup yang mempengaruhi masa depan mereka, entah itu di bidang pendidikan atau pekerjaan.
Suneong merupakan suatu tes selama delapan jam yang terdiri dari enam komponen yaitu Bahasa Korea, Matematika, Bahasa Inggris, Sejarah, Ilmu Sosial, serta Bahasa Asing Kedua.
Ujian ini disertai oleh beban berat, mengingat hasilnya bakal menentukan kesempatan siswa masuk ke perguruan tinggi, khususnya tiga institusi pendidikan ternama tersebut yakni Seoul National University, Korea University, serta Yonsei University, yang populer sebagai triplet SKY.
SKY universities
.
Terdapat sebuah peribahasa di Korea yang menekankan betapa pentingnya persiapan untuk menghadapi ujian Suneung tersebut.
Bila kau hanya tertidur selama tiga jam tiap malam, maka peluangmu untuk diterima di ‘universitas SKY’ yang paling baik akan terbuka lebar. Bila waktu tidammu bertambah menjadi empat jam per malam, kemungkinan besar ada kesempatan masuk ke sebuah universitas lainnya. Namun bila kau memilih untuk beristirahat selama lima jam atau bahkan lebih pada malam hari, apalagi saat menjelang akhir pendidikan menengah atas, harapan untuk lolos seleksi perguruan tinggi manapun harus segera dilupakan.
Sejak berusia empat tahun, banyak anak di Korea sudah mulai bersiap untuk ujiannya melalui pengikutannya pada lembaga hagwon (bimbingan akademik), yang kini merupakan komponen signifikan dalam struktur pembelajaran negeri tersebut. Di tempat itu, para siswa mendapatkan bantuan tambahan, lebih-lebih lagi dalam disiplin ilmu seperti Matematika dan Bahasa Inggris.
Seperti dirasakan oleh Ko Eun-Suh (18), yang kebanyakan waktu luangnya habis untuk les tambahan.
Eun-suh menjalani jadwal sibuk mulai dari jam 07:30 pagi ketika dia mempelajari materi di sekolah, kemudian menghadiri les tambahan atau hagwon sesaat setelah hari pelajaran berakhir, baru bisa pulang mendekati tengah malam. Tujuannya hanya satu; agar lulus dalam ujian Suneung dan diterima di perguruan tinggi terkemuka.
“Sunteong bagi kita merupakan jalan menuju kesempatan di masa mendatang. Di Korea, kuliah di perguruan tinggi sungguh vital. Oleh karena itu, selama dua belas tahun terakhir, kami berusaha keras demi mencapai momen istimewa ini. Ada temanku yang pernah ikut ujian ini sampai lima kali,” ungkap Eun-Suh.
“Apabila Anda berniat untuk dikenal serta mencapai cita-cita, Anda perlu melanjutkan studi ke salah satu dari ketiga perguruan tinggi tersebut. Segala penilaian terhadap dirimu bergantung pada sertifikat pendidikan dan institusi tempat Anda memperolehkannya,” jelasnya.
Setiap hari, Eun-Suh berpartisipasi dalam tujuh belas sesi pengajaran di hagwon setiap minggunya guna meningkatkan pemahamannya tentang matematika dan Bahasa Inggris.
Meski di hari Sabtu dan Minggu, ia tetap menghabiskan waktu untuk belajar di “dokseosil”, yaitu area khusus bagi para pelajar agar dapat berkonsentrasi dengan lebih baik.
Dokseosil umumnya remang-remang. Didesain supaya Anda bisa belajar mandiri, tiap ruangan dielilingi tirai yang panjang. Saat sudah memasuki dalam, nyalakan lampu belajarnya, lalu mulailah proses pembelajaran,” terangkan dia.
Pada tanggal 26 November 2018, Eun-Suh sukses menyelesaikan ujiannya Suneung dan memperoleh skor yang cukup tinggi untuk masuk ke perguruan tinggi impiannya.
Sulit biasanya berhasil pada percobaan pertama.
Untuk sebagian besar siswa, termasuk Lee Jin-Yeong (20), menghadapi ujian Suneung merupakan momen yang penuh tekanan. Lulus pada percobaan perdana untuk ujian tersebut hanyalah legenda.
Jin-yeong perlu menempuh ujian Suneung sebanyak dua kali sebelum pada akhirnya dia berhasil diterima di perguruan tinggi idamanannya.
Sejumlah pekan sebelum pemeriksaan, Jin-yeong melatih diri guna menyiapkan tubuh dan pikirannya.
Sekitar seminggu sebelum ujiannya, dia mulai melatih dirinya agar bisa bangun pukul 06:00 supaya otaknya siap bekerja optimal. Dia selalu menguatkan hati dan pikirannya dengan berkata, ‘Kau sudah belajar begitu tekun, kini saatnya tunjukkan hasilnya,’ demikian ia menceritakan pengalamannya.
Di pagi hari ujiannya, atmosfer di area sekitaran tempat ujian sungguh tak terduga. Ketika Jin-yeong sampai di pintu masuk sekolah pada kira-kira pukul 07:30, dia menyaksikan para pelajar pendatang baru dengan antusiasme mereka sedang bernyanyi sambil membagikan permen “yeot” sebagai benda bertuah.
Tetapi, setelah memasuki ruangan ujian, atmosfer menjadi sunyi dan dipenuhi fokus.
Pintu masuk ruangan ujiannya dikawal secara ekstra hati-hati. Pengawasnya menerapkan detektor logam guna memverifikasi bahwa tak ada benda-benda tertentu semacam kalkulator elektronik, telepon genggam, ransel, hingga buku catatan pun dilarang karena berpotensi menjadi alat kecurangan.
Saat memasuki kamar uji, suasana sangat hening. Dia berkata, “Mohon para dosen menggunakan sepatu olahraga supaya tak menciptakan bunyi yang dapat menganggu peserta.”
Penyusunan pertanyaan dilakukan dengan cara tersembunyi
Salah satu elemen yang sangat mempesona dari tes Suneung terletak pada cara pembuatan soal-soal ujiannya. Tiap tahun di bulan September, kurang lebih 500 guru dari berbagai penjuru Korea Selatan dipilih serta digiring menuju suatu tempat tersembunyi di wilayah Gunong Won, yaitu kawasan perbukitan. Mereka wajib bermalam di situ selama sebulan penuh tanpa ada komunikasi dengan lingkup eksternal, termasuk telepon genggamnya pun ditahan.
“Sebelumnya, guru Bahasa Mandarin saya menyampaikan bahwa beliau pernah ditunjuk untuk ikut serta dalam penyusunan soal ujian. Saat itu, beliau berkata kepada rekannya bahwa dirinya akan liburan. Ada pula beberapa guru yang menduga beliau telah memasuki masa pensiun. Namun ternyata, beliau diantarkan ke suatu tempat terpencil dan dilarang meninggalkan lokasi maupun menghubungi keluarga selama satu bulan,” jelas Jin-yeong.
Setelah menyelesaikan ujiannya, umumnya hasilnya baru diumumkan secara resmi sebulan kemudian lewat website nasional. Akan tetapi, banyak pelajar yang tak bisa tunggu dan justru mencari ke situs-situs pribadi yang menyediakan nilai tes dengan cepat, bahkan beberapa jam saja setelah pengujian usai.
Website-website tersebut memungkinkan siswa langsung menggandingkan hasil tes mereka dengan ambang batas minimal yang diperlukan untuk diterima di perguruan tinggi pilihannya. Ini adalah situasi yang dialami oleh Jin-yeong, dia menyadari bahwa nilainya dari uji coba pertama belum mencapai standar kelulusan ke kampus impian nya.
“Saat menyadari nilai saya di bawah standar yang diperlukan, perasaanku runtuh. Seperti mau merosot ke tanah dan lenyap,” jelas Jin-yeong.
Dalam tes kedua tersebut, Jin-yeong sukses mendapatkan nilai yang memadai sehingga dapat diterima di perguruan tinggi impiannya. Capaian itu memberikan ketenangan batin yang luar biasa kepadanya.
“Rasanya begitu lega setelah pada akhirnya diterima. Semua usaha yang telah dilakukan ternyata sebanding,” ujarnya.
Kini, setelah berhasil masuk universitas, Jin-yeong melihat kembali perjuangannya dengan percaya diri.
“Saat saya menyaksikan orang dari luar negeri di YouTube yang mencoba menyelesaikan soal-soal Suneung, mereka tampak kebingungan. Secara umum, hal itu mungkin kelihatan rumit bagi siapa saja di luar sana, namun sesungguhnya bukanlah suatu tantangan besar seperti yang dipikirkan. Lebih baik jika para asing tersebut dapat menghargai prestasi kita daripada hanya belas kasihan kepada kami,” tutup Jin-Yeong.