JAKARTA, AsahKreasi
Devi Indah Wati (46), perempuan asal Jakarta memilih bekerja driver ojek online demi menafkahi keluarganya.
“Menggeluti pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari anak-anak dan keluargaku pula,” ungkap Devi ketika dijumpai oleh AsahKreasidi di Sudirman, Jakarta, pada hari Senin (22/4/2025).
Devi memilih menjadi pengemudi ojol lantaran suaminya telah berumur dan perlu dukungan dalam mencari kehidupan sehari-hari.
“Pasangan suami masih hidup namun telah lanjut usia. Oleh karena itu, saya perlu membantunya mencari penghasilan,” jelasnya.
Keputusan Devi menjadi driver ojek online sempat menuai penolakan dari keluarganya. Tapi Devi bersikeras menjalani pekerjaan tersebut karena tuntutan hidup.
“Pada awalnya bekerja, keluarga sempat menolak. Mereka mengatakan pekerjaan itu untuk pria. Namun, saya terus melanjutkannya karena kebutuhan hidup. Jika tidak saya, siapa lagi yang akan membayar biaya anak-anak?” ujar Devi.
Sebagai ibu bagi tiga buah hati yang bersekolah mulai dari tingkat dasar sampai menengah atas, harinya selalu sibuk sejak jam tujuh pagi. Setelah mengantarkan ketiganya ke sekolah, ia kemudian bergegas untuk melakukan pengiriman penumpang atau pesanan makanan hingga tengah hari.
Bagi Devi, bekerja sebagai ojol bukan hanya soal mencari rezeki halal, tetapi juga tentang menghadapi tantangan yang tak ringan.
“Tantangannya berat, karena kerja di jalanan. Macet, bawa penumpang, dan risikonya tinggi,” jelasnya.
Meski begitu, Devi merasa diterima dan bahkan dilindungi oleh sesama pengemudi ojol, termasuk yang laki-laki. Diskriminasi dari penumpang pun nyaris tak dia alami.
“Hingga saat ini, para penumpang pria selalu baik dan tidak pernah membed-bedakan. Saya juga mendapat dukungan dari sesama driver ojek online, dengan banyak di antaranya yang justru menjaga saya,” ungkap Devi.
Tetapi dia tidak membantah bahwa sebagai seorang wanita, dia sering menerima perlakuan yang berbeda di luar rumah.
“Terkadang kita dikritik walaupun sudah memberikan ruangan, mungkin karena kami wanita, sehingga sering di salah pahami,” ungkap Devi.
Di sisi lain dari kesulitan tersebut, Devi malah menemukan bahwa pekerjanya membentuk lingkaran sosial yang baru.
“Merasa bahagia bertemu dengan banyak orang dan mendapatkan lebih banyak teman. Terkadang bertemu seseorang yang baru tetapi seolah-olah sudah mengenalnya cukup lama,” kata Devi.
Pada saat memperingati Hari Kartini, Devi memiliki pemikiran mendalam mengenai peranan wanita pada zaman sekarang.
“Perempuan tidak boleh mengandalkan pria. Kami memiliki tanggung jawab, terutama jika sudah mempunyai anak. Jika suami baik maka bersyukurlah, namun jika tidak, kami harus mampu berdiri sendiri. Sebisa mungkin, wanitalah yang seharusnya tidak mudah menyerah. Perlu menjadi teladan bagi anak-anak, bukan hanya ayah tetapi juga bundanya,” ungkap Devi.
Menurutnya, Hari Kartini tidak sekadar acara seremonial. Hal ini merupakan pemberi kesadaran bahwa pertarungan wanita masih belum rampung.
Devi juga menggarisbawahi kepentingan kemandirian finansial bagi wanita, terlebih pada usia yang sering kali dianggap kurang berkontribusi dalam lingkup pekerjaan secara global.
“Harapannya akan ada semakin banyak lapangan pekerjaan untuk wanita, khususnya mereka yang berumur di atas 35 tahun. Sebab saat ini masih sering kali orang ditolak bekerja hanya gara-gara masalah usia, meskipun sudah memiliki gelar,” ungkapnya.