KAIRO, AsahKreasi—
Mesir dan Qatar sudah mengajukan usulan gencatan senjata terbaru untuk Jalur Gaza ke Israel berdasarkan informasi dari laporan tersebut.
Al Qahera News TV
pada Senin (14/4/2025).
Rancangan ini meliputi jeda militer berdurasi 45 hari, pelepasan beberapa tawanan, serta penyampaian bantuan humaniter.
Namun, respons dari Hamas belum juga datang meskipun mereka mengungkapkan sedang mengevaluasi sepenuhnya isi dari proposal itu.
Dalam pernyataannya, Hamas menyatakan bahwa kondisi utama untuk membebaskan para sandera adalah berhentinya perang dengan cara yang tetap, menarik seluruh tentara Israel keluar dari Jalur Gaza, melakukan pertukaran tahanan dengan sungguh-sungguh, dan mengakhiri sanksi blokad atas daerah itu.
Hamas dengan rela mau membebaskan semua tawanan dalam satu kali bertepatan, apabila Israel menerima untuk mengakhiri total pertempuran dan mencabut keseluruhan tentarnya dari Jalur Gaza.
Akan tetapi, kelompok bersenjata tersebut menentang dengan tegas salah satu pasal dalam usulan terbaru Israel yang mengharuskan penyerahan senjata oleh gerakan perlawanan Palestina.
“Serahan senjata pertempuran merupakan satu juta batas merah yang tak bisa dibahas, apalagi dipikirkan,” ungkap pejabat tingkat tinggi Hamas, Sami Abu Zuhri.
Pada kesempatan kali ini, sejumlah orang menganggap bahwa harapan untuk mewujudkan proposal gencatan senjata yang kedua tersebut cukup suram.
Sebab itu, Hamas tetap meminta Israel untuk menghentikan konflik dan mencabut tentarnya dari Jalur Gaza sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata bertahap yang dimulai pada akhir Januari.
Namun, Israel menyatakan bahwa mereka tidak akan menuntaskan konflik ini sebelum Hamas dibersihkan dan para tawanan yang masih dikurung di Gaza dipulangkan.
Pada saat yang sama, kondisi kemanusiaan di Gaza semakin memprihatinkan. Sejak melanjutkan serangan militer mereka minggu lalu, tentara Israel sudah mengakibatkan lebih dari 1.500 korban jiwa warga Palestina.
Stok makanan, air minum yang layak konsumsi, bahan bakar, serta obat-obatan sangatlah terbatas.
Organisasi Bangsa-Bangsa Bersatu (OBB) menggambarkan situasi saat ini sebagai bencana kemanusiaan yang paling parah di daerah itu sejak tanggal 7 Oktober 2023.
Presiden Palestina Mahmud Abbas bersama dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron mengajak agar gencatan senjata segera terwujud beserta percepatan penyaluran bantuan.
Macron menegaskan pula bahwa Prancis bersedia mengenali negara Palestina dalam waktu beberapa bulan mendatang, hal ini pun kemudian memicu kritik tajam dari Israel.