Siapa di antara kalian yang sudah berusaha hidup sangat hemat sampai-sampai merasa seolah-olahan tak pernah membelanjakan uang, namun pada akhirnya setiap bulan tabunganmu masih saja lenyap tanpa jejak?
Sudah mencoba beragam metode untuk mengontrol keuangan, mulai dari membuat laporan belanja hingga mencari diskon, namun masih terasa bahwa uang dengan mudah lenyapsaat dipegang.
Jika Anda merasa memiliki koneksi dengan ini, mungkin Anda saat ini tertipu oleh kebiasaan hematan–dikenal juga sebagai frugal habit–yang sebenarnya keliru.
Banyak di antara kita memandang gaya hidup hemat hanyalah mencari harga termurah, menekan belanja semaksimalnya, atau mengesampingkan kenyamanan untuk berhemat saja.
Sebenarnya, gaya hidup hemat yang tepat tidaklah seperti itu. Jalan pintas untuk berhemat malahan dapat menyebabkan pengeluaran tambahan di masa depan.
Berikut adalah sejumlah kebiasaan irit uang yang kadang diartikan sebagai pengeluaran bijaksana namun justru bisa membuatmu merugi. Bacalah dengan saksama, mungkin saja kamu pun telah atau bahkan kerap terperosok ke dalam kesalahan tersebut.
1. Belanja Produk Harga Terjangkau Namun Mudah Rusak
Inilah perangkap yang umum terjadi. Untuk tujuan penghematan, banyak individu tertarik membeli produk dengan harga rendah—baik itu sepatu, pakaian, perlengkapan elektronik, hingga furniture.
Sebagai contoh, Anda memerlukan sepasang sepatu untuk kebutuhan sehari-hari dan pada akhirnya memilih produk yang harganya kurang dari Rp100 ribu. Awalnya, Anda merasa senang karena berpikir telah berhasil “menabung”.
Namun tiga bulan setelah itu, sol sepatunya sudah lepas, dan enam bulan kemudian sepatunya rusak sepenuhnya. Kemudian Anda membeli sepatu baru lagi. Pola seperti ini berlanjut terus begitu saja.
Bandikan dengan situasi berbeda: Anda membeli sepasang sepatu senilai Rp500 ribu, namun kualitasnya sangat baik dan bisa digunakan hingga mencapai dua tahun lamanya.
Pada periode tersebut, Anda telah menghabiskan setidaknya Rp400 ribu untuk membeli sepatu murahan yang cepat rusak. Ini berarti bahwa upaya untuk menabung justru menyebabkan pengeluaran menjadi semakin besar.
Ini dikenal sebagai konsep “hemat pada akhirnya menjadi boros.” Produk dengan kualitas rendah mungkin tampak seperti pilihan ekonomis di awal, namun akan menyebabkan pengeluaran tambahan secara berkelanjutan.
Belum termasuk pemborosan waktu untuk berbelanja kembali, kelelahan akibat barang-barang yang mudah rusak, serta pengeluaran tenaga yang tidak sedikit.
Hemat yang sesungguhnya bukan tentang mencari barang paling murah, melainkan tentang mendapatkan nilai terbaik untuk uang Anda.
Biaya tinggi tidak selalu menandakan pemborosan, terutama jika produk tersebut kuat dan bertahan lama. Periksa kualitas bahannya, bacalah testimoni orang lain, serta pertimbangkan seberapa sering Anda akan menggunakan item tersebut.
Applikasikan pula konsep biaya per penggunaan, yakni dengan mengukur tarif setiap kali digunakan. Jika benda tersebut akan sering dimanfaatkan, sebaiknya pertimbangkan untuk berinvestasi pada kualitas terbaik.
2. Mengumpulkan Promosi dan Potongan Harga secara Ekstrem
Siapa di antara kalian yang pernah tergoda oleh penawaran seperti ‘beli dua gratis satu’ atau ‘potongan harga hingga 70%’? Kita kerapkali menjadi mangsa dari sugesti angka-angka tersebut dalam promosi. Namun, pada dasarnya kita cenderung membelanjakan uang untuk hal-hal yang sesungguhnya tak benar-benar diperlukan.
Inilah perangkap psikologisnya. Kami merasa ‘sudah berhemat’ dengan mendapatkan harga yang lebih rendah. Namun, pada dasarnya jika kami tidak membeli sama sekali, dana kami akan tetap utuh bukan? Jadi sebenarnya kita belum tentu menghemat—hanya tertipu oleh ilusi penghematan saja.
Diskon dan promosi merupakan cara efektif dalam pemasaran untuk mendorong gaya hidup boros. Bila Anda berkeinginan sungguh-sungguh menghemat uang, pastikan bahwa pembelian hanya dilakukan pada kebutuhan sebenarnya.
Sebaiknya, sebelum berbelanja, susun dahulu sebuah daftar belanjaan. Tetapkan untuk menaatinya. Hindari godaan membeli produk yang tak termasuk dalam daftar tersebut meskipun sedang ada diskon.
Selain itu, berhati-hatilah terhadap potongan harga yang sangat tinggi. Terkadang, harga aslinya ditambah terlebih dahulu sebelum dipasangi tagihan “potongan besar”. Pada akhirnya, jumlah yang Anda bayarkan tidak banyak berbeda dari harga reguler.
Hemat dengan bijak berarti mengetahui kapan diskon sungguh-sungguh memberi manfaat dan kapan hal tersebut hanya merupakan perangkap. Hindari rasa cemas kehilangan penawaran terbaik. Jangan membeli barang hanya karena khawatir tidak mendapatkan harga promosi. Lakukan pembelian saat Anda sebenarnya membutuhkannya.
3. Memilih Produk Termurah tanpa Mempertimbangkan Mutu
Seperti halnya poin pertama tetapi dengan rentang yang lebih lebar. Banyak individu telah terbiasa untuk selalu mencari penawaran termurah tanpa mengkhawatirkannya akan mutunya ataupun akibat dalam jangka waktu lama. Namun, sebenarnya dapat timbul beberapa biaya tak terduga di kemudian hari.
Misalkan saja tentang paket data internet. Terdapat penyedia yang memberikan tarif terjangkau, namun kecepatannya lambat, sinyal-nya tak konsisten, sehingga bisa menggangu efisiensi pekerjaan Anda. Jika anda bekerja secara daring, hal tersebut tentu akan mempengaruhi pendapatan Anda.
Contoh lainnya adalah deterjen. Deterjen yang berharga rendah bisa hanya setengah harga dari deterjen kelas atas.
Namun jika busanya sedikit dan kemampuan membersihkannya lemah, kamu perlu menggunakan lebih banyak produk tersebut. Hal ini pada akhirnya akan membuat penggunaan menjadi boros seiring waktu.
Kembali lagi, konsep biaya per penggunaan ini sungguh berarti dalam hal ini. Produk dengan harga rendah namun cepat rusak justru dapat menghabiskan lebih banyak uang Anda. Lebih dari itu, pembelian harus disesuaikan dengan keperluan saja. Belanja hanya demi mendapatkan diskon adalah tindakan yang tidak bijaksana.
Pastikan bahwa Anda benar-benar membutuhkannya dan benda tersebut dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama.
4. Proyek DIY (Lakukan Sendiri) yang Tidak Efektif
Proyek DIY tampaknya keren dan ekonomis. Namun, tidak segala sesuatu pas untuk dikerjakan dengan tangan sendiri.
Banyak individu berupaya membuat perabotan, produk perawatan kulit, hingga perlengkapan rumah tangga secara mandiri dengan tujuan untuk “menekan biaya”. Namun pada kenyataannya hal ini sering kali menghasilkan pengeluaran yang lebih tinggi, waktu habis tanpa guna, serta energi yang banyak tersita, sementara hasilnya tidak sesuai ekspektasi.
Sebagai contoh, Anda ingin membuat meja sendiri dengan alasan bahwa hal itu mungkin lebih hemat dibandingkan membeli yang sudah jadi.
Namun saat melaksanakan proyek tersebut, Anda memerlukan papan kayu, gergaji, paku, lem, cat, serta peralatan tambahan yang mungkin belum dimiliki sebelumnya. Tidak disebutkan juga tentang waktu yang dibutuhkan dan risiko kegagalan jika hasil akhir tidak sesuai harapan.
Contoh lainnya adalah membuat masker wajah sendiri. Sepertinya ekonomis dan menggunakan bahan-bahan alami, tetapi jika takarannya tidak tepat dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Akibatnya, Anda mungkin harus mengunjungi dermatolog. Pengeluaran untuk merawat kulit di klinik bisa jadi lebih tinggi dibandingkan dengan membeli produk perawatan kulit yang sudah terbukti aman sejak dini.
Hemat yang bijak adalah orang yang paham kapan DIY bisa menabung, dan kapan sebaiknya membeli produk siap pakai untuk lebih hemat biaya.
Kalkulasikan seluruh biaya sebelum mengawali projek DIY—meliputi peralatan, material, waktu, serta potensi kegagalan.
Jika sudah paham cara membuatnya, memiliki semua bahan, serta dapat digunakan secara berkelanjutan, barulah melaksanakan proses tersebut. Apabila perlu mencoba dan mengulangi beberapa kali, lebih baik membelinya saja.
5. Mudah Mengupgrade Produk untuk Meningkatkan Efisiensinya
Pada zaman modern ini, kita kerap kali tergiur untuk memperbarui peralatan hanya karena argumen “kemanjuran”. Meskipun demikian, benda-benda lama tersebut tetap dapat berfungsi dengan optimal.
Misalnya begini: Anda memiliki ponsel yang sudah digunakan selama dua tahun. Ponsel tersebut mulai melambat dan baterainya cepat terkuras. Kemudian, Anda menemukan ponsel baru dengan kamera yang lebih baik.
Seketika Anda tergoda untuk membeli ponsel baru. Namun, kemungkinan besar permasalahannya hanya pada baterainya saja. Menggantinya mungkin hanya memerlukan biaya antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu, sedangkan harga sebuah ponsel baru dapat mencapai lebih dari Rp 4 juta.
Hal ini juga banyak dialami dengan laptop, sepeda motor, termasuk perabotan di dapur. Ketika suatu benda mengalami kerusakan kecil atau kinerjanya menurun, orang cenderung langsung membeli yang baru. Padahal biasanya masih dapat diperbaiki dengan biaya yang jauh lebih rendah.
Hidup hemat tidak selalu berarti menolak peningkatan. Namun, Lakukan peningkatan hanya jika diperlukan, bukan karena tergiur oleh iklan atau mengikuti trend.
Perawatan yang tepat akan membuat barang bertahan lama. Sebelum membeli yang baru, pikirkan dahulu: mungkinkah untuk diperbaiki?
Maka, Apakah Pengertian dari Frugal yang Tepat?
Hemat tidak berarti pelit, dan juga bukan tentang mencari barang termurah. Yang sebenarnya dihemat adalah melakukan keputusan finansial yang bijak dan terencana dengan matang.
Tiap kali hendak menghabiskan uang, tanyakan pada diri sendiri: “Apakah hal ini sepadan?” Menabung tidak selalu berarti harus merelakan mutu, kenyamanan, ataupun keefisienan.
Jangan sampai tujuan menghemat uang justru berbalik merugikanmu. Produk dengan harga rendah namun mudah rusak, potongan harga yang membuat pembelian tidak terkontrol, proyek D.I.Y. yang memakan banyak waktu dan energi, atau kecenderungan selalu berganti barang meski sebenarnya masih dapat diperbaiki — semua hal tersebut bisa menyebabkan isi dompet Anda semakin menipis tanpa disadari.
Silakan tinjau kembali rutinitas harian Anda. Di antara kelima hal tersebut, manakah yang paling sering Anda jalani? Atau mungkin Anda memiliki cerita berbeda tentang bagaimana hemat justru bisa membuat boros?
Ayo kita rubah pola pikir mengenai pengeluaran yang terkontrol. Sebab gaya hidup hemat tidak hanya berkaitan dengan berhemat saja, melainkan juga tentang membuat keputusan finansial secara cerdas.