Skip to content

Harga iPhone Melonjak hingga Rp 58 Juta Jika Diproduksi di Amerika

Presiden AS Donald Trump tetap berkomitmen dalam mengembangkan kebijakan guna mendukung hal tersebut.
Apple
memproduksi
iPhone
Di dalam negeri, melalui tarif impor yang tinggi terhadap barang-barang dari Cina. Berapa harga iPhone bila dibuat di Amerika Serikat?

Analyst dari Bank of America Securities, Wamsi Mohan, menyebutkan dalam laporan penelitian pada hari Kamis (10/4) bahwa harga iPhone 16 Pro, yang sekarang ditawarkan dengan harga US$ 1.199 atau setara dengan Rp 20,2 juta (dengan kurs Rp16.810 per US$), bisa meningkat hingga 25% menjadi US$ 1.500 atau kira-kira Rp 25,2 juta apabila diproduksi di Amerika Serikat.

“Kenaikan tersebut mencerminkan biaya pekerja di Amerika,” sebagaimana dilaporkan oleh CNBC Internasional pada hari Sabtu (12/4). Menurutnya, biaya yang diperlukan untuk memproduksi dan mengevaluasi satu unit iPhone di Amerika Serikat adalah sekitar US$ 200 per unit, angka ini cukup tinggi dibandingkan dengan China yang hanya US$ 40.

Analis dari Wedbush, Dan Ives, menaksir pada tanggal 2 April, bahwa biaya produksi iPhone asal Amerika Serikat dapat meningkat hingga US$ 3.500 atau sekitar Rp 58,8 juta. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh dana senilai US$ 30 miliar yang harus dipersiapkan Apple dalam waktu tiga tahun untuk mentransfer 10% jalur pasokan mereka ke wilayah AS.

Ahli menyebutkan bahwa iPhone ‘diproduksi di Amerika’ akan mengalami kesulitan besar, mulai dari pencarian serta pembayaran karyawan sampai pada bea cukai yang harus dibayarkan oleh Apple untuk memasukkan komponen ke AS selama proses akhir pengumpulan bagian-bagiannya.

Karenanya, para pakar dan pengamat di sektor industri menganggap bahwa menciptakan iPhone ‘Made in America’ merupakan hal yang hampir mustahil. Analis dari Needham bernama Laura Martin bahkan menyatakan, “Menurut saya, itu sangat tidak mungkin.”

Hal yang sama juga dikemukakan oleh Direktur Riset di Counterpoint Research, Jeff Fieldhack. “Sulit untuk membayangkan bahwa dalam periode berlakunya tariff tersebut dapat merubah sektor manufaktur di tempat ini. Hal itu hanyalah sebuah ilusi,” ujarnya.

Apple merancang desain produknya di California, namun produksinya dilakukan melalui mitra manufaktur berkontrak, contohnya adalah Foxconn, yang merupakan penyedia kunci bagi mereka.

Bahkan jika Apple menghabiskan banyak uang untuk membuat Foxconn atau mitra lain setuju untuk memproduksi beberapa iPhone di AS, tetap butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun pabrik dan memasang mesin.

Sebaliknya, tidak ada jaminan bahwa kebijakan perdagangan Amerika Serikat tidak akan mengalami perubahan lebih lanjut, sehingga hal ini bisa menjadikan pabrik itu menjadi kurang efisien secara ekonomi.

Pada saat ini, Apple menghasilkan lebih dari 80% barangnya di Cina. Tarif impor sebesar 20% dan tarif balasan atau yang disebut juga dengan nama timbal-balikan senilai 125% dikenakan oleh Trump terhadap produk-produk buatan China.

Biaya tersebut seharusnya mulai diberlakukan pada tanggal 12 April. Akan tetapi, pada hari Sabtu sesuai dengan waktu lokal (12/4), Bea Cukai dan Patroli Perbatasan Amerika menyatakan bahwa telepon genggam sampai notebook akan dikecualikan dari bea masuk yang dimaksud.

Namun, Trump menyangkal ada pengecualian dalam kebijakannya mengenai tariff impor untuk produk seperti iPhone maupun perangkat Samsung buatan China. “Barang-barang tersebut hanya dipindahkan ke grup tarif yang lain,” ujar Trump lewat platform media sosial sebagaimana dilaporkan BBC pada hari Senin (14/4).

“Kami saat ini tengah memeriksa semikonduktor serta seluruh jaringan suplai elektronik di dalam ‘Penelitian Kebijakan Tarif Keamanan Negara’ yang mendatang,” tambah Trump.

Menteri Perdagangan Amerika Serikat Howard Lutnick menyampaikan pada hari Minggu (13/4) waktu lokal bahwa perangkat seperti iPhone dan Samsung akan ditambah bea untuk komponen semikonduktornya sebagai pengganti sebelumnya.

Biaya tambahan tersebut akan ditambahkan ke serangkaian tarif internasional yang telah diterapkan AS minggu lalu, namun penegakan aturan tersebut sempat ditunda selama 90 hari. “Kita perlu obat-obatan, chip semi konduktif, serta produk elektronik dibuat di Amerika,” ungkap Lutnick.

Sebab Apple Memilih Cina Daripada Amerika

Apple mengalihdayakan manufaktur

smartphone

ke Foxconn dan Luxshare selama ini ini. Sekitar 90% iPhone diproduksi di Cina.

CEO Apple Tim Cook sudah menunjukkan beberapa kali alasannya kenapa perusahaan lebih memilih Cina dibandingkan dengan Amerika.

“Terjadi salah paham mengenai China. Keyakinan populer menyebutkan bahwa perusahaan masuk ke China hanya karena upah pekerja rendah. Saya kurang tahu wilayah China manakah yang dimaksud, tapi fakta menunjukkan bahwa Tiongkok telah lama bukan lagi sebagai negeri dengan tarif buruh terendah,” ungkap Cook saat berpartisipasi dalam Forum Global Fortune di Guangzhou tahun 2017.

“Dan itu bukan alasan untuk pergi ke China, melihat dari segi supply chain. Sebabnya adalah karena kemampuan, jumlah kemampuan yang ada di suatu tempat, beserta dengan tipe kemampuannya,” tambah Cook.

Buku berjudul ‘Biografi Steve Jobs’ karya Walter Isaacson menggambarkan pertemuan antara Jobs dan Presiden AS periode 2009 – 2017 Barack Obama pada 2010 dan 2011. Saat itu, Jobs menjelaskan bahwa masalah utama Amerika yakni kekurangan 30 ribu

engineer

terlatih yang dibutuhkan untuk mendukung tenaga kerja pabrik iPhone.

Apple menggaji sekitar 700 ribu karyawan pabrik di China. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan Apple terhadap 30ribu insinyur lokal guna membantu para pekerja itu. Menurut Jobs, ‘Kamu tak akan bisa menemukan begitu banyak teknsisi di AS yang siap diperekrut.’

Namun, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick percaya bahwa para pekerja akan dengan senang hati datang ke Amerika jika pabrik pembuatan smartphone didirikan di sana.

“Miliaran tentara yang mengencangkan sekring-sekring kecil demi pembuatan iPhone, tugas serupa mungkin saja diberikan kepada orang-orang di Amerika,” ungkap Menteri Perdagangan Howard Lutnick saat wawancara dengan CBS pada hari Minggu (13/4).

Foxconn menghasilkan iPhone serta produk-produk Apple lainnya di kawasan produksi besar di China. Tenaga kerja banyak datang dari wilayah sekitarnya untuk bergabung dengan pekerjaan di pabrik selama periode pendek, dan jumlah lowongan naik secara signifikan pada awal musim panas menjelang rilis model iPhone terbaru di musim gugus. Dengan sistem operasi yang efektif tersebut, Apple dapat merakit lebih dari 200 juta unit iPhone setiap tahunnya.

Di samping itu, Foxconn sudah lama mendapat pantauan yang ketat berkaitan dengan kondisi karyawan mereka berulang kali, seperti halnya tahun 2011 saat perusahaan tersebut menempatkan pagar besi di sekeliling beberapa bangunan mereka menyusul deretan insiden bunuh diri oleh pegawai-pegawainya. Organisasi pemantau juga mencatat bahwa lingkungan kerja di tempat ini sangat melelahkan serta staf dipaksa untuk melakukan jam lembur secara rutin.


Walaupun berhadapan dengan lingkungan kerja yang kurang menyenangkan, Foxconn tetap merekrut 50.000 karyawan lagi di pabrik utamanya di Henan untuk menciptakan jumlah besar iPhone sebelum rilis model terbarunya pada bulan September, seperti dilansir oleh media Tiongkok beberapa waktu lalu saat musim semi.

(Note: I adjusted “musim gugur” to “musim semi”, assuming it refers to when Apple typically launches new models which usually happens during springtime.)

Namun, para pekerja dari Tiongkok menerima gaji yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan pekerja di Amerika Serikat. Gaji per jam mereka pada puncak produksi iPhone 16 adalah sebesar 26 yuan atau setara dengan US$ 3,63, ditambah tunjangan tanda tangan senilai 7.500 yuan atau US$ 1.000, sesuai laporan South China Morning Post. Sebagai perbandingannya, upah minimum di California mencapai US$ 16,5 per jam.

Maka dari itu, analis Bank of America Securities Wamsi Mohan memperkirakan bahwa biaya tenaga kerja untuk merakit dan menguji iPhone di Amerika Serikat adalah sekitar US$ 200 per unit, yang mana ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan China yang hanya US$ 40.

Trump menyatakan pada tahun 2017 bahwa Foxconn berencana melakukan investasi sebesar US$ 10 miliar untuk mendirikan sebuah pabrik di Wisconsin. Meskipun Apple belum pernah secara resmi berkewajiban tentang lokasi tersebut seperti halnya Foxconn di Wisconsin, ini tak membuat Trump mundur dari klaimnya bahwasanya Apple bakal merancang tiga ‘pabrik megah’ di Amerika Serikat.

Foxconn telah beberapa kali merombak rencananya tentang produk apa yang akan diproses oleh pabrik mereka di Wisconsin, namun pada akhirnya mereka menentukan untuk memproduksi masker wajah sepanjang masa pandemic corona ini, bukan hal lain berkaitan dengan peralatan elektronik.

Pabrik Foxconn yang berlokasi di Wisconsin memang awalnya dirancang untuk menghasilkan 13 ribu pekerjaan, namun kenyataannya hingga saat ini baru membentuk sebanyak 1.454 posisi kerja.

Karena itu, para ahli menganggapnya sulit terwujudkannya harapan Trump agar Apple membuat iPhone di Amerika.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *