AsahKreasi.CO.ID – JAKARTA.
Penurunan ekspor batu bara nasional yang terjadi di semester pertama tahun 2025 bisa mempengaruhi performa perusahaan penghasil batu bara. Ini disebabkan oleh lesunya pasar global serta melambatnya kebutuhan dari pembeli internasional mereka.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor batubara di Indonesia mengalami penurunan sebesar 17,83%.
year on year
(Pertumbuhan Year-on-Year/YoY) mencapai US$ 6,22 miliar selama periode Januari hingga Maret tahun 2025. Jumlah volume ekspor pun mengalami penurunan sebesar 4,23% YoY menjadi 91,97 juta ton.
Harga Batubara Acuan Terbaru di Indonesia Ditolak Oleh Pembeli China
Bulannya, pada Maret 2025, total ekspor mencatatkan angka US$ 1,97 miliar. Ini menunjukkan penurunan sebesar 5,54% dari bulan sebelumnya serta berkurang 23,14% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024.
Keadaan tersebut sesuai dengan pola penurunan harga batubara dunia. Menurut data di situs Trading Economics, harga batubara berada di level US$ 93,70 per ton pada tanggal 24 April (Jumat), mengalami penurunan 0,21% dibandingkan hari sebelumnya dan turun 25,19%.
year to date
(ytd) sejak awal 2025.
Praska Putrantyo, Direktur Utama dari Edvisor Profina Visindo, mengamati bahwa fase kedua dari perang dagang serta usaha China untuk meningkatkan produksi batu bara dalam negerinya menyebabkan kebutuhan dunia menjadi lesu.
Sebenarnya, Indonesia masih sangat bergantung pada ekspor yang menyumbang sekitar 40% dari seluruh produk dalam negeri.
“Global demand mengalami penurunan, sedangkan pasokannya berlebihan. Hal ini mungkin akan tetap memberikan tekanan pada harga batu bara,” jelas Praska, Kamis (24/4).
Eksportasi batubara Indonesia menuju Tiongkok menurun karena HBA
Sehingga, perusahaan tambang batu bara yang memiliki proporsi eksportasi besar, khususnya ke China, berpotensi menghadapi pengurangan dalam volume penjualannya serta tekanan pada marjin labanya.
Selain itu, harga batubara acuan (HBA) di Indonesia tetap lebih tinggi daripada kompetitor seperti Rusia, Mongolia, dan Australia.
Agar dapat mengatasi keadaan tersebut, Praska merekomendasikan agar perusahaan publik segera menjajaki pangsa pasarnya di negara-negara alternatif seperti Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Di samping itu, meningkatkan pangsa pasar dalam negeri sangatlah krusial untuk menghindari ketergantungan yang berlebihan pada penjualan luar negeri.
Satu perusahaan emiten yang tetap beraktivitas dalam eksportasi adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Pada tahun 2024, volume penjualan PTBA meningkat sebesar 16% secara year-on-year (YoY) menjadi 42,89 juta ton, di mana bagian dari itu yaitu ekspornya mencapai angka 20,26 juta ton.
“Masih ada potensi ekspor menuju China, India, dan Vietnam,” ungkap Direktur Utama PTBA Arsal Ismail pada konferensi pers minggu lalu.
Performa Eksport Minyak Kelapa Sawit dan Batu Bara Menurun di Bulan Maret 2025
Sementara itu, Praska mengusulkan kepada para investor agar melakukan tindakan tunggu dan lihat terkait dengan saham batu bara sampai ada katalis positif di kancah global yang muncul.
Meskipun demikian, saham-saham yang membayar dividen besar seperti ITMG, PTBA, dan AADI tetap menjadi pilihan menarik untuk diakumulasi dalam jangka waktu lama.
Secara teknikal, Nafan Aji Gusta, yang merupakan Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, memberikan rekomendasi
accumulative buy
untuk:
-
PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG
)
Dukungan: Rp 22.025 dan Rp 21.400
Sasaran:Rp 23.100, Rp 24.375, dan Rp 25.800 untuk setiap saham
-
PT Bumi Resources Tbk (
BUMI
)
Dukungan:Rp 82 dan Rp 70
Sasaran:Rp 110, Rp 123, dan Rp 176 per saham
“Harga batubara berat terus melambangkan era baru di tengah pandemi. Selain itu, transisi energi sedang memperkecil permintaan internasional akan batubara,” demikian penjelasan Nafan.