AsahKreasi
– Memakan daging secara bijaksana dapat berperan sebagai tindakan krusial untuk memelihara kesinambungan bumi. Tetapi, batasannya bagaimana tepatnya?
Studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Food oleh para peneliti dari Technical University of Denmark (DTU) telah menyajikan jawaban pastinya: mengonsumsi 255 gram ayam atau daging babi per minggu. Ini setara dengan kira-kira 9 ons dan dianggap sebagai jumlah maksimum aman untuk memakan daging tanpa melebihi kemampuan Bumi meregenerasi diri.
Meskipun begitu, saat membahas mengenai daging merah seperti daging sapi ataupun kambing, asupan yang terbilang moderat juga dikatakan melampaui ambang batas dari segi dampaknya pada lingkungan. Pendapat tersebut disampaikan oleh Caroline H. Gebara, seorang penulis utama serta peneliti pasca-doktoral di DTU Sustain.
Dia menyatakan, “Analisis kita mengindikasikan bahwa meskipun konsumsi daging merah dalam porsi sedang tak cocok dengan kapabilitas regeneratif Bumi.”
Kenapa membatasi konsumsi daging dapat membantu melindungi bumi?
Secara umum, usaha budidaya hewan yang dilakukan oleh manusia sangat mengonsumsi berbagai macam sumber daya seperti area tanah untuk bercocok tanaman pakan, pasokan air, serta ruang khusus peternakan. Tambahan lagi, gas-gas buangan dari binatang ternak dapat memacu pertumbuhan lapisan atmosfer penyebab efek rumah kaca lebih cepat. Mari kita ambil teladan tentang pemeliharaan kerbau sebagai ilustrasi.
Pengonsumsian daging kerbau telah mendapat sorotan selama bertahun-tahun di tengah diskusi tentang masalah lingkungan dunia. Menurut banyak studi serta dokumen saintifik, ada beberapa faktor paling signifikan yang menjadikan daging kerbau punya pengaruh luas pada keadaan bumi kita.
1. Kemajuan Emiten Gas Rumah Kaca dalam Industri Peternakan Sapi
Produksi daging sapi merupakan salah satu sumber utama emisi gas rumah kaca (GRK). Berdasarkan laporan yang dirilis oleh Food and Agriculture Organization (FAO), badan Perserikatan Bangsa-Bangsa ini menjelaskan bahwa industri ternak berkontribusi sekitar 14,5% pada total emisi gas rumah kaca di seluruh dunia, dengan daging sapi menjadi penyebab hingga 60% dari jumlah itu.
Sapi mengeluarkan metana (CH4) sebagai hasil dari sistem pencernaan mereka, terutama melalui fermentasi pada lambung mereka. Gas ini merupakan gas rumah kaca yang memiliki kekuatan 25 kali lipat dibandingkan dengan karbon dioksida (CO2) untuk menahan panas di atmosfer selama satu abad.
Di samping itu, pemakaian pupuk dalam penanaman makanan ternak juga menciptakan dinitrogen oksida (N2O), yaitu salah satu gas rumah kaca yang memiliki kekuatan jauh melebihi dari CO2.
Penelitian terkait:
Berdasarkan penelitian oleh Science (Poore & Nemecek, 2018), pemroduksian daging sapi menyebabkan emisi sebesar 60 kg CO2-ekivalen untuk setiap kilogram daging yang dihasilkan. Angka ini jauh melampaui kontribusi dari produksi unggas seperti ayam (sekitar 6 kg CO2-ekivalen) dan produk nabati seperti kacang-kacangan (kira-kira 0,25 kg CO2-ekivalen).
2. Pemanfaatan Tanah yang Ekstensif
Produksi daging sapi mengonsumsi sejumlah besar lahan, entah itu untuk pemeliharaan hewan ternak atau untuk menanami tanaman makanan seperti jagung dan kacang kedelai.
Menurut World Resources Institute (WRI), hampir 80% lahan pertanian dunia digunakan untuk beternak atau menumbuhkan pakan ternak, tetapi hanya menyediakan sekitar 18% dari total kalori makanan yang dikonsumsi manusia.
Pengubahan area hutan, khususnya di Hutan Amazon, menjadi tempat perladangan atau peternakan kedelai yang digunakan sebagai makanan bagi ternak sapi merupakan faktor utama dari kehilangan hutan.
Pembalihan hutan mempercepat perubahan iklim, menurunkan biodiversitas, serta merusak lingkungan asli yang penting untuk ekosistem dunia.
3. Tingginya Konsumsi Air
Produksi daging sapi pun mengonsumsi sejumlah besar sumber daya air.
Untuk memproduksi 1 kilogram daging sapi, dibutuhkan kira-kira 15.400 liter air (informasi dari Water Footprint Network).
Air tersebut dipergunakan untuk menyiram hewan ternak, membudidayakan makanan mereka, serta dalam proses pengolahan daging.
Sebagai perbandingan, menghasilkan 1 kilogram gandum hanya memerlukan kira-kira 1.600 liter air.
Dalam menghadapi ancaman krisis air dunia, konsumsi air yang signifikan untuk produksi daging sapi menjadi tantangan penting.
4. Kerusakan pada Sistem Ekologi dan Polusi Lingkungan
Peternakan sapi dapat menyebabkan:
- Pencemaran tanah disebabkan oleh pemeliharaan ternak yang terlalu banyak.
- Pencemaran air melalui limpasan limbah ternak yang mengandung nitrogen dan fosfor, menyebabkan eutrofikasi (ledakan alga) di sungai dan danau.
- Hilangnya biodiversitas disebabkan oleh perubahan lahan alamiah menjadi zona pertanian atau peternakan.
Menurut laporan IPBES Global Assessment tahun 2019, modifikasi guna tanah, seperti yang terjadi pada sektor pertanian, menjadi faktor paling dominan dalam kemunduran biodiversitas global.
Memahami Makna ‘Lebih Sedikit’
Kampanye tentang kesejahteraan serta aturan pola makan kerap kali mendesak agar membatasi asupan daging dan sebaliknya lebih banyak menyantap biji-bijian atau kacang-kacangan. Akan tetapi, istilah ‘membatasi’ tersebut kadang tampak samar bagi beberapa orang. Untuk itu, DTU mencoba melengkapi kesenjangan ini dengan memberikan angka spesifik sebagai acuan dalam menjalani gaya hidup sehari-hari.
Gebara menyebutkan bahwa banyak orang paham kalau membatasi asupan daging dapat memberi manfaat bagi lingkungan serta kesehatan. Namun, tanpa adanya data yang spesifik, agak sukar untuk membayangkan dampak konkret dari hal tersebut. Menggunakan rata-rata 255 gram per pekan sebagai acuan, gambaran itu menjadi jadi lebih mudah dipikirkan—sebagai contoh, sebuah paket dengan dua bagian dadap ayam di pasar swalayan umumnya melebihi jumlah ini, mencapai sekitar 280 gram.
Bukan Hanya Hitam dan Putih: Berbagai Opsi untuk Diet yang Berkesinambungan
Pada penelitian tersebut, kelompok riset DTU mengamati lebih dari 100.000 variasi yang berasal dari 11 macam model diet, sambil menimbang sejumlah variabel lingkungan termasuk emisi gas rumah kaca, pemakaian air, pemanfaatan area pertanian, dan juga efek terhadap kesejahteraan manusia.
Hasilnya menunjukkan bahwa:
- Pola makan dengan daging merah, bahkan dalam jumlah sedikit, melampaui batas planet.
- Pola makan pescatarian (berbasis ikan), vegetarian, atau vegan lebih mungkin berada dalam batas aman lingkungan.
- Beberapa kombinasi spesifik, misalnya vegetarian yang masih memakan produk susu atau telur, dapat berlanjut selama rasionya teratur dan seimbang.
Gebara mengatakan, “Diet yang berkelanjutan tak perlu ekstrim. Bila Anda suka keju atau telur, tetap saja nikmati hal tersebut selagi mempertahankan gaya hidup sehat dan ramah terhadap lingkungan.”
Kebutuhan untuk Perubahan: Skala Global dan Pribadi
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa memenuhi kebutuhan nutrisi bagi semua penduduk planet ini tetap dapat dicapai tanpa melebihi ambang batas lingkungan, apabila ada transformasi signifikan dalam pola kita.
Secara global, diperlukan tindakan kebijakan dan transformasi mendasar pada cara memproduksi dan mengonsumsi produk pertanian.
Pada level personal, dibutuhkan petunjuk praktis serta dukungan untuk membantu masyarakat dalam mengambil keputusan tentang pangan yang ramah lingkungan dengan lebih mudah.
Gebara menyebutkan, “Pergantian skala besar memerlukan aturan dari pemerintah, sedangkan transformasi pada tingkat personal akan menjadi lebih sederhana apabila kita menerima petunjuk yang tegas serta infrastruktur yang mensupport.”
Leave a Reply