AsahKreasi
Blue Origin telah sukses mengirim penyanyi asal Amerika Serikat Katy Perry untuk terbang ke ruang angkasa.
Tim Blue Origin yang dipimpin oleh calon istri dari pencipta Amazon, Jeff Bezos—Lauren Sanchez—juga mengantarkan penyiar CBS Mornings Gayle King, mantan insinyur roket NASA Aisha Bowe, advokat hak asasi manusia Amanda Nguyen, dan produser film Kerianne Flynn.
Dilansir dari
The Guardian
, Kamis (14/4/2025), roket New Shepard mengangkut mereka ke arah perbatasan atmosfer.
Tingkat ketinggian itu menyebabkan keenam perempuan tersebut terapung selama beberapa saat sebelum akhirnya mendarat 11 menit setelah lepas landas di barat Texas pada hari Senin (14 April 2025) dinihari.
Roket New Shepard dari Blue Origin telah mengantarkan mereka hingga ketinggian sekitar 106 kilometer di atas atmosfer.
Mereka terbang melewati Garis Karman, yaitu perbatasan sejauh 62 mil (100 kilometer) dari permukaan Bumi.
Selanjutnya, apakah Anda tahu apa itu Batas Karman yang dilewati Katy Perry ketika ia naik Blue Origin?
Apa itu garis Karman?
Dilansir dari
The Hill
, Pada hari Senin (14/4/2025), Garis Karman ditetapkan sebagai perbatasan resmi antara atmosfer Bumi dan luar angkasa oleh FAI, yaitu Federasi UdARA Dan Antariksa Internasional, lembaga regulasi dan pencatatannya berasal dari Switzerland.
Secara berkelanjutan selama bertahun-tahun, Blue Origin telah mengklaim bahwa Garis Karman menandai perbatasan antara atmosfer Bumi dan luar angkasa.
Tahun 2021, Blue Origin mengemukakan pandangan mereka ketika pendirinya Virgin Group yakni Richard Branson sukses meluncur hingga mencapai ketinggian sekitar 282.000 kaki (melewati 53 mil) menggunakan pesawat ruang angkasa Virgin Galactic bernama VSS Unity.
Pada saat itu, Blue Origin mengusulkan bahwa Branson dan para rekannya yang merupakan anggota tim astronot harus ditandai dengan bintang next ke nama-nama mereka.
Sejak awal, New Shepard dibuat dengan tujuan untuk melampaui Batas Kármán agar tak seorang pun dari para astronaut kami mempunyai tanda bintang di dekat namanya,” demikian tertulis dalam unggahan perusahaan tersebut di X.
“Untuk 96% dari populasi dunia, luar angkasa dimulai pada ketinggian 100 km melebihi garis yang dikenal sebagai Garis Karman menurut standar internasional,” tambahnya.
Dilansir dari
Astronomy
(24/7/2024), Garis Karmen dengan kasar menggariskan elevasi tempat di mana pesawat konvensional tak mampu terbang dengan optimal.
Apapun yang terbang di atas Garis Karman harus memiliki sistem penggerak yang tak bergantung pada gaya apungan dari atmosfer Bumi sebab udaranya sudah terlalu jarang di daerah itu.
Singkatnya, Batas Karman merupakan posisi di mana peralihan hukum fizik yang menentukan kapabilitas pesawat untuk melayang berubah.
Ketinggian Karman juga menandai area di mana undang-undang manusia untuk penerbangan udara dan antariksa bervariasi. Tak ada batasan wilayah negara yang mencapai ruang angkasa, jadi hal tersebut dikelola mirip dengan laut bebas atau internasional.
Dimanakah perbatasan antara bumi dan luar angkasa?
Perbatasan antara Bumi dan luar angkasa sebetulnya belum ditentukan dengan tegas.
Secara sejarah, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah mengakui Garis Karmen sebagai perbatasan luar angkasa.
Meski pemerintah Amerika Serikat tidak setuju dengan tingkat ketinggian tertentu, mereka yang terbang melebihi 60 mil (100 km) umumnya menerima sertifikat pilot ruang angkasa dari Badan Kelola Penerbangan federal.
Ahli astrofisika Jonathan McDowel pernah menyatakan bahwa garis pemisah antara luar angkasa dan bumi seharusnya ditetapkan lebih rendah, yaitu pada ketinggian 80 kilometer dari permukaan bumi.
Alasan McDowell mengusulkan batas Garis Karman sejauh 80 kilometer dikarenakan satelit mampu bertahan di orbit eliptical tertentu yang merosot sampai ke tingkatan tersebut.
Namun, Douglas Rowland dari NASA yang spesialisasi di bidang heliofisis menyebutkan bahwa cukup rumit untuk memastikan titik awal dari luar angkasa.
“Karena atmosfer Bumi tidak terbatas pada suatu titik tertentu saja, melainkan densitasnya perlahan berkurang seiring waktu,” papar Rowland.
Di sisi lain, Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) menyatakan bahwa pesawat ruang angkasa perlu mencapai ketinggian 600 mil di atas permukaan Bumi agar dapat secara keseluruhan meninggalkan atmosfer Bumi.
Ini menunjukkan bahwa Stasiun Luar Angkasa Internasional (yang mengorbit pada jarak antara 205 hingga 270 mil dari Bumi), tidak dianggap berada di luar angkasa sesungguhnya.
“Di ketinggian tersebut masih terdapat cukup oksigen untuk mengurangi kecepatan Stasiun Luang Angkasa. Jika Anda tidak meneruskannya dengan roket, stasiun ini akan kembali menuju Bumi melalui resistensi atmosfer,” jelas Rowland.
Mengapa dinamakan Garis Karman?
Masih dari laman
Astronomy
Garis Karman diberi nama berkat Theodore von Karman, seorang ahli teknik dan sains kedirgantara asal Amerika keturunan Hongaria yang populer pada masa Abad ke-20.
Dia merupakan individu pertama yang dengan cara saintifik memperjelas pembatasan antara atmosfir Bumi dan luar angkasa berdasarkan perspektif penerbangan fisik.
Von Karman menghitung bahwa pada ketinggian sekitar 100 kilometer dari permukaan laut, atmosfer menjadi begitu jarang sehingga tidak dapat mendukung penerbangan pesawat menggunakan sayap konvensional.
Ini berarti agar dapat bertahan dan terus melayang pada ketinggian tersebut, objek harus bergerak dengan kecepatan orbit, sama halnya dengan satelit.
Von Karman merupakan seorang insinyur serta fisikawan yang bertugas pada tahap awal perancangan helikopter selama Perang Dunia I.
Di tahun 1930, von Karman berpindah ke Amerika Serikat dan mulai fokus pada pengetahuan tentang roket serta terbang supersonik mendekati masa Perang Dunia II.
Pada akhirnya, di tahun 1944, Karman bersama rekannya mendirikan Jet Propulsion Laboratory yang saat ini merupakan laboratorium utama milik NASA.