DEPOK, AsahKreasi
– Istilah “Wisata Mal Rongsok” yang ada di Kukusan, Beji, Kota Depok, berasal dari riwayat panjang Nur Holis (58), setelah dia bertahan melalui kejadian kerusuhan tahun 1998.
Pada saat tersebut, Nur Holis telah berusia di awal tahun 30-an. Ia pun mulai bergulat dengan ide-ide guna merestorasi keuangan pribadinya yang turut terpengaruh.
Selanjutnya, ide muncul dalam benaknya untuk mendirikan sebuah toko yang menjual barang-barang bekas. Ini didorong oleh pengalaman pribadinya di mana ia sudah mulai terlibat dalam transaksi penjualan dan pembelian barang secondhand sejak usia 13 tahun.
“Pada tahun 1998 saya memiliki pemikiran bahwa suatu hari ketika saya membuka pusat perbelanjaan namun dengan konsep bekas atau scrap. Bayangkan saja, sebuah pusat perbelanjaan tetapi berisi barang-barang bekas, ide ini muncul pada tahun tersebut,” ujar Nur Holis saat diwawancara oleh AsahKreasi, Sabtu (12/4/2025).
Ia terus memegang erat ide tersebut di dalam hati dengan harapan dapat direalisasikan suatu hari nanti. Nur Holis sadar bahwa mimpi kali ini membutuhkan sedikit lebih banyak waktu agar menjadi kenyataan.
Setiap tahun berlalu, Nur Holis memulai beragam bisnis yang dijalankannya, seperti mendirikan bengkel sepeda motor dan mobil, workshop perbaikan AC/lemari es/cuci pakaian, jasa service handphone, toko makanan, sampai salon potong rambut.
Dia memulai usahanya tersebut sambil melakukan transaksi jual beli barang bekas. Nur Holis merasa yakin dan percaya diri dengan keyakinan bahwa kemampuannya akan mendatangkan hasil yang baik.
Bermacam-macam nama bisnis yang dimiliki Nur Holis dapat ia sebutkan satu per satu seperti halnya sudah tertanam kuat dihatinya selama ini.
Setelah 12 tahun bersabar, Nur Holis mulai bisa mendirikan Wisata Mal Rongsok pada 2009.
“Nah, untungnya untuk mendapatkan tempat yang luas dengan berbagai macam barang, hal tersebut hanya terwujud pada tahun 2010,” jelas Nur Holis.
Setelah itu, Nur Holis harus menghadapi rangkaian proses awal yang memakan waktu lama untuk membujuk para calon pembeli.
Nur Holis pernah menghadapi situasi di mana dia harus menjual barang-barang langsung kepada penduduk melalui kediaman mereka. Bahkan, ia menyebarkan iklannya dalam bentuk kolom iklan di sebuah surat kabar dengan frekuensi tiga kali seminggu.
Tetapi kini, sawahnya yang menghidupi keluarga telah berubah menjadi kebutuhan bagi sejumlah besar orang.
Barang apapun yang dipajakan kepadanya tak pernah ditolaknya dan pasti akan dibeli selama harganya masih masuk akal dengan kondisi finansialnya.
“Oh banyak sekali, berbagai jenis. Iya, apa saja yang ditawari kepada saya, pasti saya beli. Jadi saya tidak pernah memilih-memilih,” jelas Nur Holis.
Namun, Nur Holis tidak pernah memasang harga lebih mahal dari harga barang barunya. Ia justru selalu mematok harga lebih murah demi kepuasan konsumen.
“Walau ini barang baru sih, tapi intinya membeli sesuatu yang baru, aku beli material baru terus jual lagi sebagai bekas, begitu saja. Harganya dibuat di bawah nilai baru cukup jauh dari harga aslinya, jadi harganya harus lebih murah,” tuturnya.