Skip to content

Jatuhnya Kesultanan Samudera Pasai: Kekuatan Majapahit yang Tak Terbendung

Islam mulai masuk ke Sumatra lebih dini dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Nusantara. Berdasarkan bukti-bukti arkeologi serta dokumen-dokumen tertulis,
Barus
, misalnya, merupakan ejawantah pengaruh Islam yang kuat sejak milenium pertama masehi.

Claude Guillot dkk. dalam

Barus: Satu Abad Yang Lalu

(2008) mengindikasikan bahwa artefak dari wilayah Timur Dekat seperti tembikar serta barang-barang kaca yang ditemukan, membentuk kesimpulan bahwa Sumatra sudah bersinggungan dengan dunia Islam dan bahkan masyarakat Timur Tengah setidaknya sejak Abad ke-9 Masehi.

Akan tetapi, bukti keberadaan orang Timur Tengah tersebut belum menunjukkan adanya proses Islamisasi di antara penduduk setempat.
Sumatra.
Baru pada awal abad ke-13 proses pengislaman Tanah Sumatra berlangsung, yakni melalui berdirinya Kerajaan Islam
Samudra Pasai
.

Kemunculan eksponen politik Islam di Pasai ditandai dengan peristiwa masuk Islamnya seorang tokoh bernama Merah Silu sekitar tahun 696 H atau 1297 M. Menurut M. Gade Ismail dalam

Perkembangan Masa Lalu: Zaman ke-13 hingga Zaman ke-16

(1997), Merah Silu yang setelah itu menyandang gelar Sultan Malikussaleh, menjadikan Pasai menjadi pusat perdagangan baru di kawasan Selat Malaka.

Mulai dari bagian paling utara Pulau Sumatra, ia membangun hubungan diplomatis dengan Dinasti Yuan (pengganti Kekaisaran Mongol) guna menegaskan kedaulatannya atas lautan Nusantara yang tetap dipengaruhi oleh budaya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha. Keadaan pasca Pasai yang cukup labil kemudian betul-betul teruji saat berhadapan dengan Majapahit.


Kolonialisme Siam serta Hasrat Majapahit

Menurut

Hikayat Raja-raja Pasai

—Versi A.H. Hill (1960) menyebutkan bahwa pada era kekuasaan Sultan Malikul Mahmud (1326-1349), atau anak cucunya yaitu Merah Silu, Kerajaan Samudera Pasai sedang menghadapi situasi sulit. Pada saat itu, kerajaan tetangga seperti Ayutthaya (Siam) yang semakin kuat mulai menaklukkan daerah-daerah di Semenanjung Melayu.

Ekspansi kekuatan Ayutthaya di Semenanjung Melayu selanjutnya merambah pula daerah Pasai. Pernah suatu kali, sebuah pasukan dari Siam tiba sebagaimana tercatat dalam naskah-naskah tersebut.

Sejarah Melayu

dipimpin oleh seorang Panglima Ayutthaya bernama Talak Sejang. Prajurit Siam yang datang menurut

Hikayat Raja-raja Pasai

menggunakan sekitar 100 kapal jong.

Mereka hadir dengan tujuan supaya Pasai memberikan uang pungutan kepada Maharaja Ayuttahaya. Apabila Pasai menolak, negeri tersebut bakal dilenyapkan oleh kekuatan militer Siam. Ancaman ini rupanya tak digubris oleh Sultan Malikul Mahmud. Malahan, bukannya mengalah, dia malah sukses mendorongmundur pasukan Siam.

AA1CWW9Z Jatuhnya Kesultanan Samudera Pasai: Kekuatan Majapahit yang Tak Terbendung

Gagalnya serangan pertama Ayutthaya terhadap Pasai ternyata tak memadamkan hasrat Kerajaan Ayutthaya dalam menguasai Pasai. Akhirnya, ketika Pasai berada di bawah kendali Sultan Ahmad dan Zainal Abidin, Siam melancarkan serangan lagi yang kali ini dipimpin oleh Awi Dawichu.

Penyerangan itu berlainan dengan apa yang berlangsung sebelumnya. Alih-alih menjalankan perang terbuka, pasukan Siam justru menggunakan tipu daya. Awi Dawichu yang berpura-pura baik dengan mengirimkan hadiah bagi Sultan Zainal Abidin berupa peti harta, ternyata di dalamnya berisi pasukan Siam yang langsung menculik sang sultan yang masih cilik.

Seperti yang dibahas oleh Phillip L. Thomas dalam ”
Thai Involment in Pasai
(1978), berdasarkan negosiasi yang terjadi antara Pasai dan Siam, masalah tersebut akhirnya dapat diatasi oleh Perdana Menteri Pasai, yaitu Sayyid Ali Ghiyatuddin. Kesepakatan dicapai dengan syarat Sultan dapat kembali ke Pasai apabila kerajaannya bersedia menjadi vassal Siam dan membayarkan tribut. Sejak saat itu, Kerajaan Samudra Pasai pun menjadi bagian integral dari Kerajaan Ayutthaya.

Di sisi lain, dikutip dari naskah

Sejarah Melayu

dari edisi A. Samad Ahmad (1979),
Majapahit
Jauh di Pulau Jawa, seseorang dengan hati-hati menyaksikan perubahan-perubahan dalam dinamika politik di Selat Malaka yang dipenuhi ketegangan. Mirip seperti Siam, kerajaan Majapahit memiliki keinginan kuat untuk mendominasi jalur perdagangan Melayu yang memberikan manfaat besar dari segi ekonomi.

Sejumlah tahun sebelum serbuan Siam terhadap Pasai, pasukan maritime
Majapahit berhasil menduduki Palembang
Yang dulu menjadi tempat tinggal utama sisanya dari para bangsawan Śrīwijaya yang diketuai oleh Sang Nila Utama di akhir abad ke-13. Tentara asal Palembang, setelah pindah ke Pulau Tumasik dan membangun Kerajaan Singapura, juga menghadapi serangan tentara Majapahit.

Raja Singapura yang bernamakan Parameswara, seorang keturunan dari Sang Nila Utama, pada suatu saat harus melakukan ekspedisi lagi menuju utara dan membentuk Kesultanan Malaka sesudah beliau menerima agama Islam. Lalu Parameswara atau Iskandar Shah kemudiannya mengadopsi hubungan diplomatis melalui perkawinan dengan Pasai, oleh karena itu dapat diprediksikan bahwa Majapahit, yang telah bertahun-tahun mengejar garis keturunan Parameswara, akhirnya mencoba untuk merebut Kerajaan Samudera Pasai pula.


Strategi Majapahit Menaklukkan Pasai

Dalam

Hikayat Raja-raja Pasai

Konflik terbuka antara Pasai – yang telah menjelma sebagai vassal Siam – dengan Majapahit terjadi saat pemerintahan Sultan Ahmad pada masa kedewasaannya.

Ceritanya tentang bagaimana sultan tersebut dikaruniai seorang anak lelaki yang amat ganteng dengan nama Tun Abdul Jalil. Kecantikan pangeran ini begitu terkenal sampai-sampai menimbulkan minat dari seorang putri Majapahit bernama Raden Galuh Gemerencang untuk mencintainya. Setelah itu, sang putri pun akhirnya mengirim sebuah pesan permohonan tangan kepada Sultan Ahmad.

Sultan Ahmad tidak menyukai berita tersebut karena dia merasa hal itu menunjukkan Pasai menjadi subsederhana dari Kerajaan Majapahit. Karena alasan itu, akhirnya dia memberi perintah untuk membunuh Tun Abdul Jalil dan permintaannya itu pun dijalankan.

AA1CWWa1 Jatuhnya Kesultanan Samudera Pasai: Kekuatan Majapahit yang Tak Terbendung

Sebaliknya, Gemerencang yang tak dapat lagi menahan diri untuk menikahkan Tun Abdul Jalil, pun terus berlayar menuju Pasai. Saat tiba dan sedang memarkirkan kapal, dia mendapat kabar dari nelayan Pasai bahwa sang raja disebut sebagai “badak penghabis anak”, mengartikan Tun Abdul Jalil telah diperangi oleh bapak kandungnya sendiri. Gemerencang marah besar dan segera memberitahu ayahnya tentang hal ini.

Setelah mendengar kabar tersebut, Raja Majapahit begitu murka. Dia menginstruksikan tentaranya untuk menjajah Pasai. Sebagaimana diungkapkan oleh Slamet Muljana dalam

Jatuhnya Kekaisaran Hindu-Jawa dan Munculnya Negara-NegaraIslam di Tanah Air

(2005), tentara Majapahit menggelar ekpedisi dengan urutan kejadian sebagaimana berikut.

Pertama,
armada Majapahit
Mereka serang daerah Perlak yang menjadi jalannya ke Pasai, tetapi tidak berhasil. Sepertinya penyerangan tersebut hanyalah cara Majapahit mengukur kuat lemahnya Pasai, sebab selanjutnya pasukan Majapahit beralih ke pesisir timur Aceh dan turun di sebuah bukit bernama Meutan.

Dari situ, tentara Majapahit secara bertahap bergerak melalui Paya Gajah dan akhirnya serangan armada laut mereka mendarat di Lhokseumawe. Sementara itu, pada rute lain, pasukan Majapahit menguasai daerah Hulu setelah berhasil merebut wilayah Tamiang, sehingga ketika Tamiang jatuh, Kesultanan Samudera Pasai pun menjadi terperangkap.

Sultan Ahmad dan Zainal Abidin sesungguhnya sudah mengutus orang untuk mencari pertolongan dari Melaka saat mereka menjajahkan wilayah tersebut. Akan tetapi, Sultan Melaka enggan membantu kerajaan mertua-nya ini; oleh karena itu, mulailah Pasai tunduk pada Majapahit serta gagal maju pesat hingga pembentukan
Kesultanan Aceh
seabad kemudian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *