Your cart is currently empty!
Kecenderungan transformasi digital dalam sektor perbankan di Indonesia sangat pesar, seperti anak panah yang meluncur cepat. Ini mendorong pemain di bidang keuangan untuk menyesuaikan diri dengan menyediakan layanan sepenuhnya daring.
Saat ini, membuat akun, melunasinya, menyimpan uang, serta melakukan investasi bisa dilakukan dengan segera hanya dengan sekali penyentuh jari di layar telepon genggam Anda, tanpa harus lagi datang ke kantor cabang bank.
Phenomenon ini tidak hanya menjadi sorotan bagi bank-bank digital yang baru bermunculan, tetapi juga telah diterapkan dengan serius oleh bank-bank tradisional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menyatakan bahwa digitalisasi memfasilitasi otomatisasi banyak tahap dalam transaksi, yang pada akhirnya meningkatkan efisiensi anggaran operasional.
Selain itu, cakupan layanan perbankan dapat diperluas secara luas tanpa adanya pembatas wilayah geografis, selama infrastrukturnya mendukung dan penetrasi smartphone serta koneksi internet sudah mencapai standar yang cukup.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia sampai bulan Februari 2025, tercatat adanya kenaikan signifikan dalam jumlah transaksi pembayaran digital, yaitu sebanyak 3,38 miliar kali transaksi dan ini menunjukkan pertambahan sebesar 31,12% jika dibandingkan dengan periode serupa pada tahun lalu.
Data tersebut tidak lepas dari kontribusi generasi Z, kelompok penduduk terbesar saat ini yang berkembang dalam lingkungan digital, berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi digital.
Perbedaan dalam Pemahaman Baca-Tulis dan Kepatuhan Finansial
Meski demikian, walaupun pencapaian dalam hal inklusi keuangan sudah sangat baik, sebagaimana terlihat dari data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2025 yang diluncurkan pada hari Jumat tanggal 2 Mei 2025 oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan bahwa tingkat inklusinya telah naik menjadi 80,51%, namun skor untuk literasi keuangannya tetap stagnan di kisaran 66,46%.
Keadaan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar orang dalam masyarakat sudah memakai produk dan jasa perbankkan digital, tetapi pengetahuan mereka tentang barang-barang itu serta potensi bahayanya belum sepenuhnya baik.
Ini kemudian membuat jalan terbuka lebar bagi penjahat cybercrime untuk mengambil keuntungan dari ketidaktauhan atau minimnya pengertian publik.
Ancaman Kriminalitas Finansial Digital yang Makin Canggih
Ingatlah bahwa di samping kemudahan dan efisiensi layanan keuangan digital, ada juga risiko ancaman kriminal yang semakin maju. Teknik operasional dalam kejahatan perbankan selalu beradaptasi seiring berkembangnya teknologi, mulai dari metode tradisional seperti pemalsuan tandatangan menjadi lebih modern melalui penipuan digital seperti pencopetan data kartu, pesan spam, phising, pengubahan transaksi ilegal, sampai serangan pada jaringan komputer bank.
Pelaku kejahatan siber seperti parasit yang terus beradaptasi dengan kemajuan teknologi guna mewujudkan tujuan jahat mereka.
Walaupun sektor perbankan secara kontinu meningkatkan pertahanan cyber-nya melalui lapisan sistem yang canggih dan prediktif, penelitian global menunjukkan bahwa elemen paling rentannya adalah aspek manusianya.
Dalam kerangka tindak pidana perbankan, individu tersebut dapat berupa karyawan bank yang bertindak tidak jujur, atau mereka yang paling rentan terhadap penipuan biasanya adalah nasabah—yang pada dasarnya berasal dari kalangan publik.
Pengelolaan Sosial: Mengambil Keuntungan dari Kekurangan Manusia
Cara tersebut dilakukan lewat pencurian data atau pelanggaran privasi dengan menggunakan metode rekayasa sosial. Menurut definisi OJK, rekayasa sosial adalah teknik manipulasi psikologi yang memanfaatkan kekurangan manusia untuk meraih akses terhadap data pribadi ataupun informasi penting lainnya.
Di bidang kejahatan cyber, hal tersebut masuk ke dalam jenis human hacking dimana penjahat menggunakan pesona mereka untuk membohongi mangsa sehingga dengan tidak sengaja memberikan data rahasia atau malahan menyebarkan perangkat lunak jahat yang bisa merusak sistem keamanan.
Tindakan penipuan sosial bisa terjadi di dunia maya, langsung bersama-sama, ataupun lewat pertemuan tidak disengaja lainnya. Tingkat keberhasilannya sangat bergantung pada keterampilan si pelaku untuk merayu aspek emosional dari calon mangsa tersebut, mengambil untung dari minimnya pemahaman mereka seputar teknologi modern serta kurang peka nya atas pentingnya privasi, termasuk detail sensitif seperti nomor telfon dan rincian identitas diri yang berkaitan erat dengan bermacam-macma layanan perbankan.
Jenis-jenis Utama Kejahatan Engineering Sosial
Berikut adalah beberapa jenis penipuan cyber social engineering yang sering terjadi:
Baiting: Menawarkan janji palsu atau imbalan menarik untuk menjebak target dan membuat mereka meng-klik link berbahaya atau menyertakan detail pribadinya.
Pretexting: Penipas ini membuat cerita bohong yang terlihat sangat nyata agar bisa meraup informasi penting dari korbannya dengan alasan ingin membantunya atau demi keuntungan si korban sendiri.
Phising: Mengirimi seseorang pesan singkat seperti SMS atau WA, serta surel tiruan yang buat perasaan cemas atau bahkan ancaman bagi orang tersebut sehingga tanpa ragu mereka langsung bertindak dengan cara memberi data diri mereka sendiri atau justru klik pada suatu link berbahaya.
Pada umumnya, dalam prakteknya, sang penjahat berupaya membuat suatu dasar hukum yang tidak benar, misalnya dengan mengklaim bahwa akun terkena pembekuan sehingga menimbulkan ketakutan pada korbannya.
Pada keadaan bingung dan ketidaktahuannya, para korban setelah itu mengungkapkan data rahasia seperti One-Time Password (OTP) yang semestinya melindungi akhir dari aktivitas perbankan daring mereka.
Sangat penting untuk diingat bahwa bank atau institusi finansial yang sah tidak akan pernah mengharuskan nasabahnya menyampaikan kode verifikasi satu kali (OTP) dalam kondisi apa pun. OTP bertindak sebagai lapisan perlindungan akhir bagi transaksi daring; jika Anda memberikannya kepada orang lain, itu setara dengan menyerahkan kontrol lengkap atas akun Anda.
Langkah-Langkah Pencegahan
Oleh karena itu, apa saja langkah-langkah untuk melindungi diri dari jebakan social engineering? Menurut informasi dari OJK, berikut ini adalah sejumlah tindakan preventif yang bisa diimplementasikan, yaitu:
Pemeriksaan Tautan: Selalu periksalah autentikitas tautan tersebut sebelum mengekliknya. Hindari langsung mempercayai link aneh yang diterima lewat pesan atau surel.
Perlindungan Website: Pastikan website yang Anda kunjungi adalah tempat yang aman serta telah dilindungi enkripsi (umunya ditunjukkan oleh simbol kunci di bar bagian URL).
Berhati-hati Saat Mengunduh: Hati-hatilah untuk tak asal-asalan mendownload file-file berasal dari source kurang dapat dipercaya. Banyak program berbahaya biasa disembunyikan dibalik penampilan seperti sebuah dokumen.
Sikapi Penawaran Bonus Dengan Waspada: Tak lantas yakin begitu saja ketika ada promosi bonus atau undian gratisan yang minta klik link ataupun bagi info detail tentang dirimu sendiri.
Penjagaan Informasi Privat: Sadarilah kalau information personalmu benar-benar bernilai tinggi. Pikirlah sekali lagi jika mau share itu semua ke orang lain dan selalu jagalah privacynya agar tetap rahasia.
Dalam zaman serba digital saat ini, sikap waspada menjadi hal terpenting. Kegiatan perbankan daring mungkin memberikan kemudahan, tetapi sebaiknya disertai dengan pengetahuan mendalam akan ancamannya serta langkah-langkah untuk menjauh dari bahaya tersebut.
Dengan menjadi pengguna bijak dan waspada, kita bisa merasakan kemudahan teknologi tanpa perlu khawatir jadi target tindak kriminal cyber.
Leave a Reply