Jika Pernikahan Sederhana, Bagaimana Pendapat Dunia?

Perayaan perkawinan, suatu acara yang pada dasarnya melambangkan kasih sayang, janji setia, dan masa depan bersama, kerapkali berubah menjadi arena pamer kekuatan. Saat ini, kita tinggal di era dimana kata-kata, ejekan, serta pandangan orang lain bisa sangat menusuk hati daripada pisau bermata dua. Dalam suasana demikian, banyak individu merasa terdorong untuk melakukan apa saja demi menghindari penilaian negatif. Terlebih lagi soal pernikahan; resepsi megah telah menjelma sebagai standar mutlak yang wajib dicapai, meski hal tersebut dapat membuat seseorang mengekspos dirinya sendiri secara paksa. Mari kita pertanyakan: Mengapa resepsi pernikahan mewah memiliki nilai sedemikian rupa? Adakah alasan kuat bahwa perkawinan tanpa upacara besar mencirikan sikap kurang serius, ketidakmampuan finansial, atau bahkan dikritik atas status ‘perkawinan karena kesalahpahaman’?

“Kata-kata Orang Lain” Lebih Penting daripada Kandungan Dompet

Untuk beberapa individu, pernikahan lebih dari sekedar berjanji di hadapan pendeta atau kerabat terdekat. Ada elemen lain yaitu adanya acara besar-besaran. Acara tersebut mencakup ratusan undangan, dekorasi yang luar biasa, hidangan lezat dalam jumlah banyak, serta gaun pengantin yang mempesona. Mengapa demikian? Alasannya adalah karena khawatir akan komentar oranglain.

Apakah pernikahan hanya dilangsungkan di kantor urusan agama saja? Rasanya malu gitu loh!” atau “Jangan sampai mengundang hanya 50 orang, takutnya akan dipandang tidak memiliki cukup uang.

Kritik-kritik demikian kerap kali menjadi bayang-bayang yang membuat pasangan pengantin serta keluarga mereka bersedia mendorong batas kemampuan diri. Sebenarnya, anggaran untuk pesta pernikahan ini sangat besar. Mulai dari penyewaan tempat, layanan catering, gaun pengantin, sampai hiburan, semua dapat merogoh kocek selama beberapa tahun lamanya. Jika tabungan tidak mencukupi? Maka pinjaman dana adalah alternatifnya.

Yang lebih miris, kadang ada orang tua yang ikut-ikutan memaksakan standar tinggi ini ke anaknya. “Malu dong sama tetangga, anak si A pesta pernikahannya sampai viral di media sosial, masa kamu nggak bisa bikin yang lebih bagus?”

Kredit Demi Pesta Semalam

Banyak orang rela mengambil kredit dari bank atau lembaga finansial teknologi hanya untuk mendanai acara pernikahan mereka. Mereka ingin membuat pesta impian yang tak terlupakan bagi para undangan. Namun, setelah pesta berakhir, kenyataannya masih menyelimuti. Hutang harus segera dilunasi saat hidup rumah tangga baru saja dimuali.

Ini mirip dengan mengorbankan stabilitas finansial jangka panjang hanya untuk mendapatkan sensasi singkat. Penting bagi mereka agar tampil megah pada saat itu, walaupun akibatnya harus merasakan beban hutang selama bertahun-tahun. Bahkan ketika banyak dari mereka menyadari bahwa hal tersebut adalah pilihan tidak sehat, namun masih saja dilakukan. Alasan di balik semua ini lagi-lagi karena pengaruh opini orang lain.

Menikah di Kantor Urusan Agama: Di antara Prasangka dan Keadaan Sebenarnya

Sebaliknya, pernikahan tanpa resepsi cenderung dilihat secara negatif. Pernikahan di kantor Urusan Agama (KUA) saja, tanpa acara besar, kerap diartikan sebagai opsi terakhir bagi mereka yang “kurang beruntung” atau bahkan bisa disalahartikan sebagai akibat dari hamil diluar nikah. Meskipun demikian, melakukan perkawinan di KUA adalah legal, ekonomis, dan setimpal dengan kapabilitas finansial. Namun, dikarenakan stigma tersebut, tidak sedikit pasangan justru merasa gengsi ketika memilih untuk melangsungkan upacara perkawinannya dengan cara yang minimalis.

Mengapa kita mengizinkan pemikiran semacam ini untuk bertahan? Bukannya akan lebih baik jika pernikahan dilakukan sesuai dengan kapabilitas masing-masing daripada memaksa diri? Namun, pandangan masyarakat sungguh sukar dihadapi. Terkadang, komentar dari tetangga seolah-olah memberikan beban yang lebih besar dibandingkan realitas kehidupan itu sendiri.

Menilai Keberhasilan Melalui Perspektif Orang Lain

Menikah merupakan perihal kedua insan yang bersepakat menghabiskan sisa hayat bersama-sama. Akan tetapi, ironisnya, kecerian tersebut kerap dinilai oleh pandangan publik. Seperti ada anggapan bila acara perkawinannya megah, maka rasa cintanya juga dalam skala besar serta janji setia kepada pasangannya pun begitu kuat. Meski demikian, sejauh mana gemerlap sebuah upacara perkawinan tak selalu mencerminkan tingkat bahagia dalam keluarga.

Terdapat sepasang kekasih yang menyelenggarakan pernikahan dengan pesta meriah, namun beberapa tahun setelah itu hubungan mereka berakhir di pengadilan agama. Di sisi lain, terdapat juga pasangan yang melangsungkan perkawinan secara sederhana tanpa adanyaresepsi, tetapi kisah cintanya bertahan hingga tua dan harmonis. Maka dari itu, apakah sebuah pesta megah sungguhlah menjadi penentu semua?

Merombak Cara Berpikir: Menekankan Pada Inti

Sangat penting bagi kita merombak persepsi terkait perkawinan. Perkawinan tidak bertujuan untuk memuaskan setiap individu lainnya, melainkan membentuk masa depan bersama-sama. Jika memiliki kapabilitas untuk menyiapkan perayaan mewah, pastinya hal tersebut tak menjadi persoalan apa-apa. Akan tetapi, jika harus berjuangan keras demi mencapainya, apakah ini merupakan keputusan yang tepat?

Kita harus mulai mengurangi keterlibatan kita dalam hal-hal negatif yang dikatakan oleh orang lain. Orang-orang tersebut tidak akan turut serta menyelesaikan pembayaran ataupun membantu melunasi hutang sesudah acara besar seperti pesta. Pasanganlah yang benar-benar memegang kendali atas jalannya hidup mereka, sehingga keputusan akhir mestilah didasari pada apa yang terbaik bagi kedua belah pihak dan bukannya hanya untuk menyenangkan hati orang lain.

Perkawinan yang Berbahagia, Tidak Hanya tentang Kemewahan

Resepsi mewah ataupun sederhana, terserah Anda menentukannya. Namun demikian, perkawinan hendaklah berdasarkan persiapan matang, entah dari segi psikis maupun ekonomi. Hindari situasi dimana nantinya Anda merelakan kedamaian serta stabilitas dalam jenjang hidup demi penampilan sempurna di hadapan publik. Sebaiknya daripada menjadikan sorotan acara sebagai prioritas, lebih baik pikirkan tentang cara menciptakan keluarga yang sejahtera dan gembira. Ingat-ingat lagi bahwa perkawinan ialah sebuah petualangan panjang. Resepsi cuma sekali sehari saja, tetapi kehidupan pasca-perkawinan adalah hal nyata yang akan Anda jalani. Oleh karena itu, pilih opsi yang cocok dengan kapabilitasmu sendiri dan tak perlu khawatir begitu banyak soal pendapat orang luar.

Artikel menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com