Your cart is currently empty!
K
OMPAS.com –
Nama Dewi Agustiningsih (26) pantas menjadi teladan untuk banyak pribadi. Ia lahir dalam lingkungan keluarga biasa-biasa saja di Banyuwangi, dan perempuan yang dilahirkan pada tanggal 27 Agustus 1998 ini telah mengatasi keterbatasan finansial sampai akhirnya mendapatkan gelar doktoral dengan umur masih sangat muda serta saat ini sedang menjalani profesi sebagai pengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dewan dianugerahi gelar doktor tersingkat dan_termuda dalam catatan UGM karena ratarata durasi studi doctoral di institusi itu adalah 4 tahun 7 bulan. Dengan mampu merampungkan disertasinya selama 2 tahun 6 bulan 13 hari saja, Dewi membuktikan komitmennya yang sangat tinggi untuk mencapai pencapaian istimewa ini.
Di samping itu, Dewi juga meraih gelar doktor paling muda dengan menyelesaikan pendidikannya pada usia 26 tahun 6 bulan, dibandingkan ratarata umur kelulusan doktor tahun ini yaitu 42 tahun 6 bulan 16 hari. Setelah berhasil mendapatkan gelar Sarjana dari Fakultas Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2020, Dewi kemudian memperdalam ilmunya lewat program master dan doctorate di institusi yang sama. Ia pun sukses menamatkannya; program Master dia selesaikan pada tahun 2022 dan program Doktornya pada tahun 2025.
Menurut informasi dari situs web resmi SMAN 1 Glagah, lulusan tahun 2016 tersebut merupakan putra kedua dalam kelompok tiga bersaudara yang berasal dan dibesarkan di Kelurahan Tukangkayu, Banyuwangi. Sang ayah, Suyanto, cuma tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan berprofesi sebagai supir harian lepas.
Ibunya, Surahmah, hanya menyelesaikan sekolah dasar dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Keadaan finansial keluarganya yang terbatas mendorongnya untuk berusaha ekstra dalam meraih ilmu pengetahuan.
“Keadaan finansial keluargaku cukup sulit. Kita harus sangat teliti dalam memperhitungkan pengeluaran kita. Dahulu, sewaktu saudara-saudariku sedang menuntut ilmu di bangku sekolah, ayahku masih aktif bekerja, yang membuat mereka dapat melanjutkan studinya hingga akhirnya berhasil menamatkan pendidikan tingkat SMA dengan lancar. Akan tetapi, pada masa aku duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama tahun kedua, ayah telah memasuki masa pensiun. Itulah pertanda bagi diriku bahwa akan ada tantangan besar untuk mendapatkan kesempatan belajar,” jelas Dewi sebagaimana ditampilkan situs web resmi SMAN 1 Glagah, hari Kamis tanggal 6 Februari 25.”
(Correction: The date “Februari 25” seems like an error since we’re currently not within this timeframe; might want to check back with original source for accurate information.)
Walaupun memiliki keterbatasan, bantuan dari kedua orang tuanya tetap menjadi fondasi penting dalam pendidikan mereka. Mereka terus berjuang untuk mencapai prestasi tertinggi di sekolah demi memenuhi keinginan kuat mereka akan pengetahuan.
Sejak muda, Dewi terkenal sebagai seorang anak dengan semangat ingin tahu yang tinggi. Dia kerap kali mengejar jawaban untuk beragam fenomena alam, misalnya bertanya kenapa air lautan memiliki rasa garam dan apa penyebab perubahan warna langit ketika matahari mulai tenggelam. Keberadaan rasa ingin tahunya tersebutlah yang membawanya kepada minat dalam dunia ilmu pengetahuan secara umum serta kimia secara khusus.
“Saya berkeinginan merombak hidup kita. Saya bertujuan menunjukkan jika kondisi finansial awal tidak seharusnya menjadi hambatan menuju kesuksesan. Saya juga bermaksud membuat kedua orang tuaku senantiasa bahagia saat sudah lanjut usia. Saya sadar bahwa melanjutkan studi merupakan jalur yang dapat mendorongku mencapai hal-hal positif,” katanya.
Dewi menyatakan bahwa orang yang paling memengaruhi jalannya di bidang akademis adalah Ibunya. Walaupun Ibu-nya belum merasakan pendidikan tingkat lanjut, dia tetap mensyiarkan kepentingan pembelajaran dan senantiasa memberikan dorongan spiritual yang kuat.
“Saati meragukan kemampuan diri sendiri, ibuku selalu berkata, ‘Kau sanggup, anak sayang. Kau memiliki kapabilitas untuk menjangkau impianmu.’ Meskipun kalimat tersebut tampak biasa, namun pada momen-momen tantangan berat, hal itu jadi dorongan paling besar bagi saya agar tetap bertahan dan melanjutkan perjalanan,” ungkapnya.
Setelah menyelesaikan sekolah menengahnya di SMAN 1 Glagah pada tahun 2016, Dewi melanjutkan kuliahnya di Jurusan Kimia, Universitas Gadjah Mada (UGM), berkat dukungan dari Beasiswa Bidikmisi. Kecemerlangan prestasinya dalam bidang akademis telah memberinya kesempatan untuk bergabung dalam program Pendidikan Magister Menuju Doktor bagi Sarjana Berprestasi Unggulan (PMDSU). Ini memungkinkannya untuk naik tingkat langsung menuju gelar magisternya dan doktornya tanpa harus menjalani lebih banyak ujian penerimaan lagi.
“Scholarship ini sungguh berarti bagi saya sebab tanpanya, kemungkinan besar saya tak dapat memperdalam studi,” katanya.
Saat mengikuti pendidikan doktor, Dewi memiliki kesempatan untuk melakukan penelitian selama satu tahun di Hokkaido University, Jepang. Ini membuka wawasannya lebih luas dan memberinya pemahaman yang mendalam terhadap metode riset global.
“Saya memperoleh wawasan luas mengenai metode percobaan yang semakin maju serta cara kerjasama di antara para peneliti dari berbagai negara dapat menciptakan terobosan baru,” ungkapnya.
Hasrat untuk tetap menggali pengetahuan dan berkontribusi dalam pembelajaran mendorong keputusan Dewi melanjutkan jalan karir akademisnya. Usai merampungkan program doktorannya, dia kemudian menjadi dosen di Fakultas MIPA Universitas ITB.
“Saya telah lama menginginkan cita-cita sebagai seorang peneliti dan guru. Saya senantiasa bertujuan untuk tetap berfikiran kritis, melaksanakan studi lebih lanjut, serta menyumbangkan diri pada bidang pendidikan. Menjadi dosen membuka kesempatan bagi saya untuk terus berkembang dalam hal pembelajaran, eksplorasi pengetahuan baru, dan meneruskan warisan ilmu kepada anak-anak bangsa,” jelasnya.
“Mengapa ITB? Karena saya bermaksud meniti karir di salah satu lembaga terpilih di Indonesia yang mempunyai iklim pendidikan solid serta bersaing. Saya merindukan suasana yang dapat menyemangati diri ini agar selalu bertumbuh dan menciptakan karya ilmiah berguna,” jelas Dewi.
Dewi ingin ceritanya dapat memberikan semangat pada kalangan pemuda, terlebih bagi mereka yang dihadapkan dengan keterbatasan finansial. Dia menasihati para pelajar serta pemuda lain untuk berani memiliki ambisi besar sambil senantiasa menjaga persiapan diri secara optimal.
‘Peluang menyukai pikiran yang telah dipersiapkan’ begitulah menurut perkataan Dewi merujuk pada Louis Pasteur,” ujarnya. Peluang hanya bakal diberikan kepada orang-orang yang sungguh-sungguh bersedia membekali dirinya. Oleh karena itu, apa pun cita-cita Anda, selalu berusahalah semaksimal mungkin. Tak ada keberhasilan yang tiba-tiba saja terwujud. Seluruh proses tersebut melibatkan upaya, kerja keras serta keteguhan hati. Jangan ragu untuk memiliki ambisi tinggi, namun yakinlah bahwa Anda harus siap dalam menghadapi tantangan demi menciptakannya.
Bagi masa depan, Dewi tetap memimpikan hal-hal luar biasa lainnya, seperti meraih pangkat professor serta menyelesaikan studi pasca doktoral di suatu negera asing.
“Tidaklah gampang menjadi seorang professor, apalagi di ITB dengan standarnya yang sangat ketat academically. Namun, saya tetap akan terus bersinar. Di masa mendatang ini sendiri, saya berencana untuk meneruskan pendidikan post-doctoral ke luar negeri, utamanya di Jepang atau beberapa negara Eropa. Tujuannya adalah agar bisa semakin maju serta memberikan sumbangsih yang lebih besar lagi pada bidang akademis,” tutupnya.
Leave a Reply