Your cart is currently empty!
AsahKreasi
,
Jakarta
– Skema Gubernur Jawa Barat
Dedi Mulyadi
Usulan yang akan mengirimkan anak-anak ‘ nakal’ ke barak militer guna pemberian pendidikan telah menuai kritik dari berbagai sektor. Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menyatakan bahwa ide tersebut sangat berisiko dan mungkin menciptakan rasa traumatis terhadap militerisme pada generasi muda.
Ubaid menyatakan bahwa ide itu tak layak diterapkan sebagai metode bagi penanganan anak-anak yang minim semangat belajar. “Hal ini dapat menggali kembali rasa traumatis tentang militerisasi di area-area sipil. Ini bukannya jawaban, justru bisa berubah menjadi ancaman, terlebih bagi anak-anak dan para orangtua,” ujarnya ketika diwawancara pada hari Senin, tanggal 28 April 2025.
Dia menambahkan bahwa mengancam anak dengan serbuan militer bertentangan dengan prinsip pendidikan yang harus bersifat humanis, membina keamanan dan mendukung pertumbuhan anak. Dia mengingatkannya bahwa melibatkan unsur militer dalam dunia pendidikan sipil telah menyebabkan trauma historis di masa lampau yang tak boleh terjadi lagi.
Mengapa kini setiap kecil persoalan langsung mengikutkan tentara? Sepertinya tak peduli apa pun permasalahan itu, jawabannya selalu militer.
TNI
?” kata dia.
Seperti halnya Ubaid, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Atip Latipulhayat menyebut bahwa ide Dedi tidaklah cocok. Dia menjelaskan, sistem pendidikan di Indonesia telah mempunyai prosedur standar untuk membantu siswa-siswa yang memerlukan arahan khusus.
Sudah ada sistem melalui guru-guru bimbingan konseling (BK) kami,” jelas Atip. “Mereka bertugas mengatasi berbagai permasalahan terkait murid, termasuk perilaku tidak baik mereka.
Tempo
.
Atip mengungkapkan bahwa metode yang seharusnya digunakan adalah dengan cara pendekatan pembelajaran. Menurut Atip, memindahkan anak-anak yang memiliki masalah ke asrama militer tidak akan memberi jawaban atas permasalahan tersebut. “Hal ini justru bisa menciptakan persepsi negatif. Bagaimana mungkin kita melakukan militarisme dalam sistem pendidikan Indonesia?” katanya.
Sejauh ini, guru bimbingan konseling sudah terlembaga dengan baik dan ada di tiap sekolah. Tugas guru-guru BK tersebutlah yang mestinya dimaksimalkan untuk membimbing siswa agar lebih terarah. Menurut Atip, pendekatan militer tak sepenuhnya salah, tetapi sebaiknya pendekatan yang diterapkan ialah pendekatan yang lebih edukatif.
“Militer cocok untuk satu hal tertentu, namun sepertinya kurang sesuai untuk urusan pendidikan. Hal ini bahkan berlaku bagi guru-guru BK, yaitu bidang bimbingan dan konseling,” ujarnya.
Psikolog anak Gisella Tani Pratiwi menyebutkan bahwa ancaman ataupun gertakan selama proses pembinaan atau pendidikan dapat mempengaruhi pertumbuhan si anak. “Pengancam dan peringatan keras ini termasuk sebagai bentuk kekerasan lisan terhadap anak,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia tidak mengajukan metode peringatan atau tekanan dalam praktik mendidik atau membesarkan anak. “Hal ini dapat menyebabkan anak berulang kali merasa kurang aman secara emosional, selalu khawatir serta membentuk persepsi buruk tentang diri mereka,” jelas Gisel.
Dia juga menjelaskan, ancaman atau gertakan akan membuat anak tidak memahami alasan mengapa ia tidak boleh melakukan suatu tindakan dan tidak mengerti perilaku apa yang sebenarnya diharapkan darinya. Akibatnya, anak kehilangan kesempatan penting untuk membangun motivasi internal dalam berperilaku baik dan bertumbuh secara emosional.
Selain itu, menurut Gisella, metode ancaman dan pendekatan keras justru mematikan ruang anak untuk mengolah dirinya secara komprehensif. Alih-alih membentuk karakter positif, pendekatan ini malah meningkatkan risiko timbulnya rasa takut, kecemasan, serta ketidakpercayaan yang mendalam pada lingkungan dan otoritas.
Sebelumnya Dedi Mulyadi berencana menyerahkan anak-anak Kota Depok yang dianggapnya nakal ke institusi TNI dan Polri untuk dididik ala militer. Kebijakan ini, kata dia, akan diterapkan mulai Mei 2025.
Dia menginginkan Walikota Depok Supian Suri dapat bekerja sama dengan pihak kepolisian dan tentara lokal.
“Saya berencana membuat sebuah program bagi remaja bandel di rumah mereka yang tidak ingin pergi belajar, selalu minta uang jajan, suka balap-balapan sepeda motor, bahkan menentang orang tua mereka. Mereka akan kita serahkan kepada Pemkot Depok agar diberi pendampingan di markas militer serta kantor polisi. Apakah Anda setuju?” ungkap Dedi ketika hadir dalam acara Hari Ulang Tahun ke-26 Kota Depok di Jalan Margonda Raya pada hari Jumat, 25 April 2025.
Dodi menyatakan bahwa dia akan mengatur dana selama 6 bulan sampai mungkin setahun untuk membimbing anak-anak yang dinilainya bermasalah dengan perilakunya melalui program pelatihan dari TNI dan Polri. Dia menjelaskan, “Setelah mereka menjadi lebih baik nantinya kita kembalikan kepada orang tua mereka.”
Leave a Reply