AsahKreasi
,
Jakarta
– Pihak pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat sedang menyusun lima perjanjian penting sebagai tanggapan atas kebijakan tariff balasan dari Presiden AS Donald Trump.
tarif Trump
Langkah tersebut dilakukan untuk mengurangi tekanan pada eksport nasional akibat dari kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat, yang mencapai 32%, terhadap beberapa jenis barang produksi dalam negeri.
Dalam konferensi pers virtual Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis, 24 April 2025 Menteri Keuangan
Sri Mulyani
Indrawati menyebutkan bahwa kedua pihak saat ini sedang giat dalam berkomunikasi dan bernegosiasi guna meraih kesepakatan yang memberikan kebaikan bagi kedua belah pihak.
“Pemerintah sudah mengeksplorasi langkah-langkah serta melakukan dialog dengan Amerika Serikat guna menghadapi keputusan tariff balasan,” jelas Sri Mulyani.
Berikut lima poin persetujuan yang tengah dipertimbangkan oleh kedua belah pihak:
1. Penyesuaian
Tarif Impor
Indonesia berencana untuk mengatur ulang tarif impor pada beberapa barang dari Amerika Serikat dengan cara yang dipilih secara hati-hati, sebagai respons bersamaan.
2. Peningkatan Impor Penting: Pihak pemerintah setuju untuk memperbesar jumlah impor dari Amerika Serikat, khususnya untuk barang-barang strategis yang tak diproduksi secara lokal seperti minyak bumi, peralatan berteknologi canggih, serta hasil pertanian.
3. Reformasi Fiskal dan Kepabeanan: Indonesia akan melakukan reformasi di bidang perpajakan dan kepabeanan untuk menciptakan iklim dagang yang lebih kondusif dan transparan.
4. Penyesuaian Aturan Non-Pajak: Regulasi non-pajak termasuk TKDN, batasan impor, penghapusan regulasi yang tidak perlu, serta aspek teknis dari berbagai departemen akan diadaptasi sesuai kebutuhan.
5. Proteksi Melawan Serbuan Barang Impor: Pihak berwenang akan segera menghidupkan kembali aturan perdagangan untuk bertahan terhadap kemungkinan serbuan produk luar negeri.
Dikutip dari
Antara
Jumat, 25 April 2025, Sri Mulyani menyatakan bahwa lima kebijakan tersebut bukan saja untuk mengatasi tekanan dari luar, melainkan juga gunanya adalah memelihara keseimbangan dalam perekonomian secara keseluruhan serta jangka panjangnya Rencana Pembelanjaan dan Penerimaan Anggaran Negara (APBN).
Pada usaha diplomasi berkelanjutan, Sri Mulyani pun menyampaikan hasil pembicaraan antara dirinya dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, pada acara Forum G20 serta Rapat Musim Semi IMF tahun 2025 di Washington DC. Selama pertemuan itu, pihak AS telah menekankan tekadnya dalam terus memimpin organisasi-organisasi finansial internasional semacam IMF dan Bank Dunia, yang sekaligus menjadi jalur bagi implementasi kebijakan domestik mereka.
Menteri Keuangan mendorong untuk lebih memahami arah dari kebijakan perdagangan Amerika Serikat saat ini yang semakin menekankan pada aspek saling kembali atau resiprokal. Menurutnya, Indonesia sedang berupaya meningkatkan diplomasi ekonominya dengan menggunakan beberapa kanal seperti USTR, Kementerian Perdagangan AS, serta Departemen Keuangan AS.
Negosiasi tariff ini berlangsung seiring dengan perubahan dalam hubungan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok, hal tersebut menurut Menteri Keuangan diyakini mempengaruhi secara luas peta ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
Menariknya, proposal awal yang diajukan Indonesia mendapat respons positif dari AS. Sri Mulyani menyebut Indonesia sebagai “
first move
“r” dalam negosiasi tariff, yang memberikan kedudukan taktis di tahap berikutnya dari proses tersebut.
“Proposisi kami dikenali sebagai salah satu yang paling lengkap dan berani visinya. Ini menjadi aset utama bagi diskusi teknis lebih lanjut,” katanya.
Sebagai elemen dalam kesepakatan negosiasinya, Indonesia sudah mengesahkan perjanjian kerahasiaan dengan USTR pada tanggal 23 April 2025. Hal ini membuat Indonesia tercatat sebagai salah satu dari 20 negara paling awal yang memasuki fase permulaan pembicaraan tentang tariff.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa pemerintah menargetkan tahap negosiasi teknis akan rampung dalam 60 hari.
“Kami mengharapkan detail pembahasan dan negosiasi teknis dapat diselesaikan dalam 60 hari,” ujar Airlangga.
Pada saat yang sama, Indonesia mengembangkan pendekatannya dalam hal eksportasi menuju wilayah ASEAN Plus Three (terdiri atas China, Jepang, dan Korea Selatan), negara-negara BRICS, serta berbagai pasar di Eropa, sejalan dengan upaya untuk mendiversifikasi pasarnya guna merespons ketidakstabilan perdagangan dunia.
Leave a Reply