Home / news /

Alasan PLN Jombang Tidak Terima Dana Donasi dari PKL untuk Membayar Tagihan Listrik Masruroh


AsahKreasi

– Cerita tentang Masruroh (61), seorang wanita duda yang berjualan gorengan dan menerima tagihan listrik dari PLN senilai Rp 12,7 juta, menjadi sorotan publik.

Kejadian tersebut menyentuh perasaan banyak pihak, termasuk PKL yang berada di Jombang.

Untuk menunjukkan dukungan, pedagang kaki lima melakukan aksi sosial dengan mengumpulkan sumbangan guna membantu Masruroh dalam pembayaran tagihan listriknya.

Akan tetapi, dana sumbangan itu tidak diterima oleh PLN. Kemudian, apa sebabnya PT PLN Cabang Jombang menolak kontribusi tersebut?


Pedagang Menuju Kantor PLN

Pada hari Senin (28/4/2025), para pedagang mendatangi kantor PLN ULP Jombang sambil mengantongi dana sumbangan senilai Rp 5.120.500,- setelah usaha mereka yang pertama kali dilakukan pada Jumat (25/4/2025) tidak membuahkan hasil.

Sekuat apapun usaha mereka, ternyata tetap mengalami hambatan.

Beberapa pedagang pernah bertengkar dengan petugas keamanan lantaran hanya sebagian dari mereka yang diperbolehkan memasuki kantor PLN.

Walaupun terdapat pembatasan, para pedagang masih kukuh untuk mengantarkan barang sumbangan itu.

Mereka berkomitmen untuk mengirimkan dukungan kepada ratusan anggota Serikat Pedagang Kaki Lima (Spekal) di Jombang.

Joko Fattah Rohim, Ketua Spektrum Jombang, menyebutkan bahwa jumlah seluruh sumbangan yang terhimpun mulai hari Jumat (25/4/2025) mencapaiRp 5.120.500.

Dana itu berasal dari kontribusi para pengusaha yang berempati dengan masalah yang dihadapi Masruroh.


Sebab PLN Tidak Mengikuti Tata Cara Yang Benar

Menurut Ketua Spekal Jombang, Joko Fattah Rohim, sumbangan yang diberikan untuk menunjang pembayaran tagihan listrik Masruroh di tolak oleh pihak PLN.

Fattah mengatakan penolakan itu terjadi lantaran sumbangan tersebut dinilai tak sesuai dengan prosedur yang ada.

“Ini kami ditolak, kata manajemen, mereka tidak mau menerima karena prosedurnya tidak boleh. Kami sangat kecewa dengan sikap manajemen yang seperti ini,” ucap Fattah.

Padahal, menurut Fattah, tujuan para pedagang sangat jelas, yaitu untuk membantu meringankan beban Masruroh.

Menurutnya, sikap manajemen PLN yang menolak bantuan itu malah menyebabkan para pedagang merasa tidak terhormat.

“We came here with nothing expected, we just want to assist Bu Masruroh. We wanted to give but were not accepted earlier. The reason was unclear; they said their procedures did not allow it,” ujar Fattah.

Fattah menyebutkan bahwa tidak mengherankan apabila para pedagang merasa terhina dengan tindakan yang dilakukan itu. Menurut dia, minimal perusahaan listrik negara (PLN) dapat mempertimbangkan niat baik dari mereka atau mencari alternatif pemecahan masalah, bukannya hanya menolak saja.

Akibat kekecewaan tersebut, Fattah menyatakan bahwa kelompoknya sedang mempertimbangkan untuk merencanakan protes berikutnya.

“Langkah berikutnya, kita mungkin akan mengunjungi PLN secara langsung. Sebab warga biasa memerlukan perlindungan atas hak-hak mereka dan tidak seharusnya diberi kesukaran lebih lagi, sungguh disayangkan,” tutup Fattah.


PLN Elaborasi Mengenai Tagihan Listrik Sebesar Rp12,7 Juta

PT PLN (Persero) mengklarifikasi masalah tagihan listrik Milik Masruroh yang sempat mencuri perhatian masyarakat umum.

Dalam pernyataan resmi, Manajer PT PLN (Persero) Unit Layanan Pelanggan (ULP) Jombang, Dwi Wahyu Cahyo Utomo, menyampaikan bahwa biaya listrik senilai Rp 12,7 juta yang dibebankan pada pelanggan bernama Naif Usman/Masruroh telah disesuaikan dengan aturan dan prosedur yang ada.

Dwi Wahyu menyatakan bahwa pada tahun 2022, para pelanggan itu menerima hukuman Penertiban Penggunaan Daya Listrik (P2TL) lantaran telah mengabaikan aturan dengan membuat penyambungan daya listrik secara langsung tanpa melewati meteran yang sah.

“Kedua belah pihak telah menyetujui pembayaran dan penyelesaian tagihan tersebut secara bersama-sama. Mereka sepakat bahwa total pembayaran yang mencapaiRp 19 juta akan dilakukan melalui sistem cicilan selama 12 kali bayaran,” katanya di hari Senin (28/4/2025).

Sebagai komponen perjanjian, klien sudah mentransfer uang muka senilai Rp 3,8 juta di bulan September 2022. Tetapi mulai Oktober 2022, mereka berhenti melaksanakan pembayaran cicilan. Sehubungan dengan hal tersebut, PLN meruntuhkan alat pengukur daya listrik atau yang biasa dikenal sebagai kWh meter di kediaman konsumen pada Desember 2022.

Selanjutnya, pada Juli 2024, selama inspeksi berkala, PLN mengidentifikasi kembali sebuah pelanggaran di tempat yang sama. Tim petugas menemukan ada aktivitas levering, yakni penyaluran daya listrik dengan tegangan rendah yang diteruskan ke properti tetangga tanpa persetujuan resmi.

“Hasil pemeriksaan arus listrik di bulan Juli 2024 mengungkapkan bahwa PLN menemukan adanya praktik levering atau pengalihan daya listrik dengan tegangan rendah oleh para pelanggannya kepada persil lain,” jelasnya.

Melihat bahwa perbuatan itu bisa mengancam keamanan publik, PLN segera memasang pengawasan pada koneksi yang tidak sah tersebut.

PLN juga menyatakan sudah melakukan koordinasi secara langsung dengan para pelanggan tentang penanganan koneksi tersebut.

Artikel menarik Lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com