AsahKreasi
Toll road di Indonesia memainkan peranan penting dalam meningkatkan keterhubungan dan pembangunan ekonomi.
Tetapi, apabila Anda kerap melewati jalan tol, mungkin telah mencermati bahwa sebagian besar tol mengunakan aspal, sedangkan yang lainnya menggunakan bahan beton.
Mengapa terdapat perbedaan tersebut? Adakah yang lebih unggul antara aspal dan beton?
Sebagaimana diambil dari situs web Kementerian Pekerjaan Umum (PU), setiap bahan bangunan tersebut mempunyai sifat khas serta keunikan tersendiri.
Aspal versus Beton: Ciri-ciri dan Perbedaannya
1. Jalan Tol Beraspal
Aspal, atau dengan kata lain campuran aspal beton (
hot mix asphalt
), merupakan bahan yang tersusun atas campuran agregat (batu, pasir, kerikil) dengan aspal sebagai zat perekatnya.
Highway yang biasanya berlapis asfalt ini secara umum dapat ditemui di berbagai daerah Indonesia, misalnya saja Tol Jakarta-Cikampek ataupun sebagian dari Tol Trans-Jawa.
Keunggulan Aspal:
Konstruksi jalan aspal umumnya lebih efisien secara biaya daripada jalan beton, entah itu dari sisi bahan atau prosedur pembangunannya.
Aspal bisa dipasang secara cepat, sehingga jalur toll dapat segera digunakan.
Pemeliharaan jalan betonaspal, misalnya penutupan lobang atau pelapisan kembali, cukup sederhana dan tak memakan banyak waktu.
Permukaan jalan yang lebih mulus dapat meminimalkan getaran serta suara bising untuk para pemakai jalanan.
Kelemahan Aspal:
Aspal tidak cukup kuat menahan bobot yang berat, misalnya kendaraan besi penuh muatan, serta mudah rusak karena kondisi iklim ekstrim (curahkan hujan atau panaskan oleh matahari).
Jalanan beton harus dirawat secara rutin dengan pengecatan kembali setiap 5 sampai 7 tahun sekali, hal ini akan menambah biaya dalam jangka waktu lama.
Aspal bisa meleleh atau berlubang akibat suhu yang tinggi atau tekanan berulang, khususnya di jalan-jalan yang ramai kendaraan.
2. Jalan Tol Berbeton
Jalan tol bertekstur beton mengunakan bahan konkrit keras (rigid pavement) yang tersusun atas gabungan semen, butiran batu atau pasir, serta air, biasanya dilengkapi dengan rangka besi untuk penambahan kekokohan.
Sebagai contohnya, ada beberapa bagian dari Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated) serta Tol Semarang-Demak yang merupakan jalan bebas hambatan bertipe beton di Indonesia.
Keunggulan Beton:
Konkrit dapat mengendalikan muatan yang berat serta lalu lintas yang padat, sehingga cocok untuk jalan raya kendaraan berat atau area perindustrian.
Lapisan jalan dari beton bisa tahan selama 20-30 tahun meski hanya mendapat perawatan dasar saja, sehingga menekan biaya dalam jangka waktu lama.
Konkrit lebih awet menghadapi hujan, suhu tinggi, serta genangan air, jadi sesuai untuk daerah yang memiliki iklim ekstrim.
Permisalannya permukaan jalan dari beton keras ini bisa membantu mengefisiensikan penggunaan bahan bakar mobil dikarenakan adanya hambatan atau gesekan yang berkurang.
Kelemahan Beton:
Membuat jalan dari beton mengharuskan adanya dana yang signifikan dikarenakan bahan dan cara pelaksanaan pembangunannya yang cukup rumit.
Proses pengerasan beton memakan waktu, sering kali membutuhkan 28 hari untuk mencapai kekuatan maksimal.
Jika rusak, perbaikan beton memerlukan waktu dan biaya besar, sering kali mengharuskan penggantian panel besar.
Permisalan permukaan beton condong lebih tidak rata serta menciptakan suara yang lebih keras akibat adanya hubungan di antara panel-panelsnya.
Kenapa Terdapat Jalan Tol yang Dibuat dari Aspal dan Beton?
Pemilihan bahan untuk jalan tol antara aspal atau beton harus dipertimbangkan dengan matang dari segi teknis, biaya, serta dampak terhadap sekitar.
1. Keadaan Lalu Lintas dan Muatan
Aspal lebih sesuai untuk jalan raya yang mengalami lalu lintas ringan sampai menengah, contohnya adalah jalan provinsi atau kabupaten di mana kebanyakan penggunaannya berupa mobil pribadi. Sebagai ilustrasi, mayoritas dari Tol Trans-Jawa memakai material ini dikarenakan jumlah kendaraan pada setiap ruasnya memiliki variasi yang cukup luas.
Meskipun demikian, beton menjadi pilihan utama untuk jalan raya yang menghadapi lalu lintas berat, contohnya adalah jalur logistik dan area industrial. Sebagai ilustrasi, pada Tol Semarang-Demak, bahan bangunan tersebut digunakan sebab wilayah ini kerap dikunjungi oleh armada truk-truk pengangkut container ke arah dermaga.
2. Karakteristik Wilayah dan Seputarnya
Aspal lebih cocok digunakan di area dengan tanah yang tidak terlalu stabil atau cenderung bergerak, dikarenakan bersifat elastis. Akan tetapi, aspal kurang sesuai untuk daerah yang memiliki intensitas hujan tinggi, misalnya saja Kalimantan, sebab bisa cepat rusak oleh adanya genangan air.
Beton sesuai digunakan di area dengan tanah tidak stabil atau berpotensi banjir, misalnya di Ibu Kota Nusantara (IKN). Di sini, Jalan Tol Balikpapan-IKN memakai beton guna mengatasi tekanan kondisi iklim tropis. Selain itu, beton juga mampu bertahan dari serangan karat di sekitar zona pantai.
3. Rencana Biaya dan Urutan Kegiatan Proyek
Bitumen sering diandalkan untuk proyek-proyek dengan dana terbatas atau tenggat waktu konstruksi yang mepet, misalnya pada percepatan pengembangan Jalan Tol Trans-Sumatra oleh pemerintah. Dengan biaya permulaan yang relatif murah, ini membolehkan pembukaan lalu lintas melalui rute baru secara cepat.
Konstruksi beton dipilih untuk proyek-proyek dengan visi jangka panjang, contohnya adalah Tol Jakarta-Cikampek II (Elevated). Meski memiliki tingkat investasi awal yang cukup signifikan, penggunaannya bertujuan agar dapat mengurangi beban biaya pemeliharaan di kemudian hari.
Kementerian Pekerjaan Umum menyusun petunjuk teknis mengenai pemilihan bahan untuk jalan tol, hal ini ditetapkan dalam Standar dan Panduan Teknis Jalan dan juga mencakup saran dari Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
Pengambil keputusan sering kali membutuhkan analisis biaya sepanjang siklus hidup (
life cycle cost analysis
), yang mengkaji biaya permulaan, pemeliharaan, serta durasi pakai bahan tersebut. Sebagai contoh, dalam kasus IKN, beton menjadi pilihan utama guna mewujudkan visi kota modern berbekal infrastruktur yang kokoh dan bertahan lama.
Leave a Reply