JOMBANG, AsahKreasi
Masruroh, seorang pedagang gorengan dari Dusun Blimbing, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terkejut menerima tagihan listrik senilai Rp 12,7 juta.
Karena tidak mampu membayarnya, Masruroh dengan terpaksa harus mengizinkan pemutusan koneksi listrik di rumahnya yang sudah terpasang sejak tahun 1978.
Masruroh menyatakan bahwa sirkuit listrik sudah terhubung ke rumahnya sejak tahap awal pemasangan sistem tenaga listrik di kawasan pedesaan.
Tagihan listrik yang berada di rumah itu dicatat atas nama almarhum bapaknya. Bapak dari Masruroh, yaitu Naif Usman, telah meninggal dunia pada tahun 1992.
Menurut ingatanku, ayah memasang listrik ketika aku masih bersekolah menengah pertama. Itu sekitar awal adanya listrik,” jelas Masruroh ketika ditemui dirumahnya pada Jumat (25/4/2025) malam.
Dia menyebutkan, awalnya kekuatan listrik di rumahnya adalah 450 watt dan kemudian meningkat menjadi 900 watt.
Selanjutnya, janda tersebut meminta untuk meningkatkan kapasitas dayanya menjadi 1.300 watt setelah sang suami meninggal.
Setelah ditinggalkan oleh sang suami di tahun 2014, Masruroh baru menyadari bahwa daya listrik yang terpasang di rumahnya adalah 2.200 watt.
Setelah almarhum suaminya wafat, Masruroh membelah rumahnya menjadi empat bagiannya guna dipergunakan sebagai tempat penyewaan. Biaya dari hasil sewa tersebut kemudian dialokasikan untuk menutup kebutuhan sehari-hari dan juga mendanai pendidikan serta pemeliharaan satu orang putri tunggalkanya.
Tiga bagian dihuni oleh keluarga penyewa, sementara dia dan putrinya tinggal di area belakang.
Keluhan terkait masalah listrik di huniannya baru timbul sejak tahun 2022. Teknisi dari PLN mengunjungi tempat tinggalnya dan setelah dilakukan pengecekan, mereka mencurigai ada tindakan pengambilan tenaga Listrik yang tidak sah.
Berdasarkan perhitungan biaya denda dan pembayaran rutin setiap bulan, Masruroh terkena tagihan melebihi Rp. 12 juta. Untuk memastikan aliran listrik tidak terputus, jumlah tersebut harus segera dibayarkan.
Karena tidak mampu membayar, Masruroh pada akhirnya hanya dapat mengikhlaskan diri ketika staf PLN memutuskan koneksi listrik di tempat tinggalnya.
“Menurut ingatan saya, perkara tersebut kira-kira ditentukan pada awal Oktober 2022. Saat itu aku menyatakan tidak mampu untuk membayarnya, lalu putusan pun diambil,” jelas Masruroh.
Setelah suplai listrik terputus, rumah Masruroh tetap tidak memiliki arus listrik selama beberapa minggu.
Selanjutnya, Masruroh dapat menikmati pasokan listrik di hunianya dengan menghubungkannya ke rumah tetangganya, yang terletak dalam area yang sama.
Akan tetapi, permasalahan timbul mendekati hari raya Idul Fitri. Baru-baru ini, ia diinformasikan tentang adanya tagihan listrik senilai Rp. 12,7 juta yang wajib dibayar untuk terus menggunakan tenaga listrik.
Kedatangan faktur itu disusul oleh ketidakmampuan untuk mengisi token pada meteran listrik tetangganya yang biasa terhubung ke rumahnya.
Masruroh menyatakan bahwa dalam keadaannya sekarang, dia tidak mampu membayar denda atau tagihan listrik dari PLN.
“Apa yang mau digunakan untuk pembayaran? Saat ini aku cuma pedagang gorengan dan tidak memiliki apa-apa untuk menutupi biaya tersebut,” ujarnya.
Sekilas sebelumnya dilaporkan bahwa Masruroh, pedagang gorengan dari Dusun Blimbing, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, menghadapi nasib menyedihkan setelah mendadak menerima tagihan listrik dari PLN senilai Rp 12,7 juta.
Bukan hanya itu saja, PLN mengklaim Masruroh telah mencuri listrik mulai tahun 2022. Ia mendapatkan informasi tentang tagihannya lewat pesanWhatsApp yang muncul di telepon seluler-nya.
Masruroh yang biasanya hidup seorang diri tersebut mengatakan dia sama sekali tak tahu alasan di balik adanya tagihan listrik PLN yang mencapai puluhan juta rupiah.
Lebih jauh lagi, nama pada faktur itu adalah almarhum bapaknya, yaitu Naif Usman yang telah meninggal dunia sejak tahun 1992.
Leave a Reply