Skip to content

Menteri Keuangan Bessent Ungkap Kondisi untuk Negosiasi Dagang AS-Tiongkok


AsahKreasi

, JAKARTA – Menteri Keuangan
Scott Bessent
mengungkapkan syarat negosiasi
perdagangan
di antara kedua negara dengan perekonomian besar ini, yakni
Amerika Serikat
(AS) dan
China
.

Bessent menegaskan bahwa tariff yang sangat tinggi antara Amerika Serikat dan Tiongkok perlu dikurangi sebelum proses negosiasi perdagangan bisa berlanjut. Sementara itu, ia juga mencatat bahwa Presiden Donald Trump tidak akan sendirian menerapkan pengurangan bea masuk dari produk-produk China.

Bessent menyampaikan kepada jurnalis saat istirahat dari konferensi tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) bersama Bank Dunia bahwa de-escalation penting bagi kedua perekonomian terbesar global agar dapat mereposisi kembali hubungan dagang mereka.


Tanpa Takut Terhadap Keluhan dari Trump, QRIS Akan Bisa Digunakan di China Hingga Jepang

Menurut dia, penurunan tarif Amerika Serikat sebanyak 145% untuk produk-produk dari Cina serta penurunan tarif Tiongkok senilai 125% untuk komoditas-komoditas asal AS perlu dilakukan. Ia yakin tak ada pihak tertentu yang mengira bahwa angka-angka itu dapat dipertahankan dalam jangka panjang.

“Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, hal tersebut sama saja dengan melakukan embargo serta memutus perdagangan antar kedua negara tak akan menguntungkan pihak manapun,” ujar Bessent seperti dilansir Reuters pada hari Kamis (24/4/2025).

:

Trump Menyerah pada China, Akan Berlaku Lembut dan Pikirkan untuk Mengurangi Tarif

Bessent menyebutkan tak ada rencana bagi Trump untuk menjadi pihak pertama yang mengurangi tariff dengan tujuan mendinginkan perang perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang panas. Komentarnya ini semakin memperkuat ucapan juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt tentang ketiadaan pengurangan bea masuk tunggal terkait Cina. “Saya enggan kaget bila akhirnya mereka mencapai kesepakatan,” tambah Bessent.

Bessent menyebutkan bahwa pemerintah Trump tengah mencoba untuk merestorasi stabilitas tariff lewat pembicaraan dengan beberapa puluh negara lain, serta ia meyakini bahwa ini takakan menjadi suatu proses yang rumit. Hal tersebut dikarenakan banyak negara berusaha mengelak dari ancaman bea masuk balasan yang lebih besar yang diberlakukan mulai tanggal 2 April 2024 kemarin.

:

Korea Selatan Mencari Solusi untuk Menyelamatkan Industri Otomotif dari Tekanan Tarif yang Diberlakukan Trump

Bessent pun menjelaskan kembali pernyataannya sebelumnya mengenai masa dua sampai tiga tahun untuk persetujuan antara Amerika Serikat dan China. Ia menyebutkan bahwa periode tersebut berkaitan dengan seluruh proses rebalancing atau penyegelan ulang, tidak berarti untuk tahapan negosiasi itu sendiri yang diharapkan akan terwujud jauh lebih cepat.

Sekarang ini, ia menyampaikan pandangannya bahwa giliran China harus memperbaiki struktur ekonominya menuju fokus pada konsumsi, serta mendorong kerjasama dalam hal tersebut, di mana Amerika Serikat perlu berpindah fokus kepada sektor manufakturing.

Bessent menyatakan bahwa kuartal III/2025 merupakan estimasi yang masuk akal untuk memperoleh pemahaman jernih terkait besaran final dari tarif Trump, serta menegaskan ia tak merasa cemas dengan prediksi IMF akan perlambatan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendekati 1% menjadi 1,8% pada tahun 2025. Perlambatan ini mayoritas dipicu oleh adanya tarif Trump, balas dendam perdagangan, dan ketidakstabilan yang diakibatkannya.

Bessent telah mensetting tujuan untuk mengakselerasi perkembangan AS dan menyatakan pandangannya bahwa strategi ekonomi Trump bakal mendukung pertumbuhan mencapai 3% lewat peningkatan produksi energi.

“Saya tak terlalu memikirkan prediksi dari IMF. Saya berpikir kembali, mungkin estimasi untuk triwulan ketiga bisa jadi angka yang masuk akal karena kita kemungkinan besar akan mendapatkan kepastian mengenai tariff,” ungkap Bessent.

Dia menyebutkan bahwa Pemerintah Amerika Serikat akan mengakhiri pembayaran pajak dan proses penghapusan regulasi. “Sepertinya sudah disampaikan, ini adalah bagian yang paling lambat untuk terwujud, namun hal tersebut akan dimulai di kuarter ketiga dan keempat,” ungkapnya.

Bessent menyebutkan bahwa diskusi dengan negara-negara lain masih berlangsung, dan kesepakatan dengan India sangat dekat.

Diskusi dengan India menjadi lebih sederhana karena rintangan dagang di negeri Asia Selatan tersebut mayoritas terdiri dari bea masuk tinggi, tidak ada pengutamaan mata uang, serta adanya pembatasan perdagangan luar tariff yang kurang kompleks.

India dan Cina masuk dalam kelompok kira-kira 15 mitra dagang Amerika Serikat terbesar yang menjadi fokus utama pemerintahan Trump untuk pembicaraan dengan tujuan mengecilkan defisit perdagangan AS. “Menurut saya, ekonomi tidak akan bergoyah hanya karena negosiasi dengan Bahamas atau Costa Rica,” ujar Bessent.

Mengenai diskusi dengan Uni Eropa, Bessent menyebutkan bahwa pajak pada layanan digital di negeri-negeri seperti Prancis dan Italia—yang bertujuan menargetkan perusahaan teknologi Amerika Serikat—adalah salah satu isu yang pemerintah Trump berharap bisa dibahas dalam negosiasinya tersebut.

Diskusi dengan Jepang akan menyinggung beberapa aspek seperti tariff, rintangan perdagangan non-tariff, pengaturan mata uang, serta subsidi dari pemerintah bagi pekerja dan investasi dalam bentuk modal tetap. Meski demikian, Bessent mengatakan bahwa pembicaraan ini tidak akan membahas tujuan spesifik terkait tingkat pertukaran antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *