Skip to content

Dapatkan Kritikan Pedas dari Ortu, Tapi Apa Katakan Tentang Batasan Umur untuk Menonton Film Jumbo?

Orang tua memiliki peranan signifikan dalam memilih konten hiburan yang dapat dikonsumsi anak-anak mereka. Tujuannya adalah untuk menetapkan pembatasan yang tepat dan menghindari pengaruh negatif di masa depan.

Sebagai aturan umum, suatu isi hiburan dianggap sesuai untuk kalangan anak-anak jika narasi yang disampaikan tetap berada dalam batasan norma-norma sosial yang telah diterima.

Tidak ada pengecualian, bahkan film animasi yang penuh dengan dunia khayalan anak-anak pun tetap mendapat tinjauan mendalam dari para orang tua.

Kepala direktor, penggambar gerak, serta tim yang terlibat dalam proses produksi film kartun pastinya bekerja ekstra guna menciptakan sebuah buah karyanya yang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan umur.

Tetapi setelah proyek itu dirasakan oleh publik, arti dan pesan yang disampaikan kemudian menjadi bersifat subjektif berdasarkan perspektif individu masing-masing.

Pada saat keramaian Jumbo disambut dengan sorakan penonton, sekelompok lansia muncul yang menentang pesan moral yang ada dalam film kartun tersebut.

Berdasarkan informasi dari akun media sosial X, telah terjadi perselisihan antara para orang tua dengan sebagian besar warganet yang menyokong film Jumbo.

Pro dan kontra membanjiri postingan dari akun bernama Dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, MPH yang memulai perbincangan dengan menanyakan pendapat tentang film “Jumbo” sebelum diajak oleh putranya untuk menonton di bioskop.

Banyak netizen merespons pernyataan dari seorang pengguna yang mengingatkan bahwa film Jumbo tidak disarankan untuk dilihat oleh anak-anak berusia kurang dari 6 tahun karena adanya adegan interaksi dengan hantu melalui radio.

Mengatasi tantangan merespons pertanyaan-pertanyaan dari buah hati mengenai skenario-skenario fiktif, sebagaimana disebutkan di atas, sungguh dapat membuat tugas orang tua menjadi lebih kompleks.

Anak-anak di bawah usia 6 tahun cenderung memandang hal-hal yang mereka lihat sebagai sesuatu yang konkret, nyata, dan dapat direalisasikan.

Maka tidak heran jika terdapat beberapa orang tua yang memiliki pandangan serupa dengan pemilik akun tersebut.

Tanggapan para pembaca terhadap cuitan tersebut juga menjadi menarik untuk disimak. Menariknya, sebagian besar dari mereka menggunakan kembali kenangan tentang acara televisi yang pernah ditonton saat masih anak-anak sebagai bahan perbandingannya.

Sama seperti respons dari pengguna akun @gsp1209 yang menyatakan, “Bagaimana mungkin ada kucing robot yang masih hidup dan memiliki kantong ajaib? Bagaimana pula kemungkinan adanya seekor kambing yang mengendarai traktor?”

Contoh komentar tersebut mencerminkan mayoritas pandangan dari mereka yang mendukung peran aktif orang tua dalam menjelaskan jawaban kepada anak-anaknya tanpa mengurangi kreativitas dan imajinasinya.

Di sisi lain, terdapat pandangan lain yang menyatakan bahwa jalan cerita dalam film Jumbo dianggap tidak mendidik lantaran memuat ajaran gaib yang kontradiktif dengan kepercayaan agama.

Pendapat ini didukung oleh tangkapan layar yang memperlihatkan peraturan dari Lembaga Sensor Film Republik Indonesia terkait kategori film dan iklan untuk semua umur. Unggahan tersebut mengindikasikan bahwa cerita film “Jumbo” sepertinya melanggar ketentuan pada butir (g). Silakan cek di sana.

Meskipun memiliki alur cerita fantastis yang menuai berbagai kritik, ada aspek penting lainnya yang patut dipertimbangkan yakni pengalaman emosional yang dialami sebagian besar pemirsa muda sampai dewasa.

Para penonton film Jumbo dalam kelompok umur tertentu merasakan goncangan emosi yang sukar untuk didefinisikan dengan kata-kata.

Sebagai contoh, artis dan komika Pandji Pragiwakmono yang telah membagikan tanggapannya terkait dengan reaksinya secara emosi setelah menyaksikan pratinjau film Jumbo sebelum rilis resminya lewat saluran YouTube miliknya sendiri.

“Menurut saya, film Jumbo ini luar biasa karena membuat hati kecilku merasakan belaian hangat lagi, dan sebagai ayah, aku terharu mengikuti jejak langkah tokoh Don,” katanya sambil menyeka air mata.

Berbagai jenis komentar semacam itu pun bisa dijumpai di beragam platform media sosial. Sejumlah besar pemirsa dari golongan umur tertentu mengaku merasakan kedekatan dengan sifat-sifat seluruh tokoh dalam film Jumbo.

Berikut beberapa hambatan dalam menangani situasi konflik melalui rasa sedih, kesulitan dalam persahabatan, dan kerumitannya di balik ikatan emosi yang belum sepenuhnya bisa dimengerti dengan baik oleh para remaja.

Berdasarkan perasaan emosional serta kemiripan antara kenyataan dengan narasi dalam cerita itu, sejumlah besar netizen sepakat bahwa batasan umur pemirsanya untuk film Jumbo akan lebih tepat mulai dari usia remaja ke atas (13+).

Inilah yang membuat variasi perspektif tersebut menjadi alasan bahwa tata kelola tentang ketentuan umur minimal untuk menonton film Jumbo sebaiknya dipertimbangkan ulang.

Jika orang tua masih berkeberatan membawa anak mereka nonton film Jumbo di teater, sebaiknya lakukan penelusuran lebih awal dengan cara tonton sendiri atau bareng pasangan guna memverifikasi kesesuaian dan kelayakan isi dari film tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *