Skip to content

Korupsi: Aset Mewah Ariyanto Bakri Disita KPK – Dari Kapal Hingga Porsche

AA1Dlsow Korupsi: Aset Mewah Ariyanto Bakri Disita KPK - Dari Kapal Hingga Porsche

Kantor Jaksa Agung Republik Indonesia sekali lagi mengambil tindakan penyerizatan dari hukum pidana milik Ariyanto Bakri selama operasi pencarian berhubungan dengan kasus dugaan pemberian suap untuk memperoleh putusan bebas atau pembebasan dalam perkara yang berkaitan dengan kesepakatan ekspor kelapa sawit mentah (CPO).

Ariyanto adalah pengacara untuk tersangka perusahaan dalam perkara persetujuan ekspor CPO itu.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa pada operasi pencarian yang berlangsung Senin (21/4), tim berhasil menyita beberapa kendaraan mewah serta dua perahu milik Ariyanto Bakri.

AA1DlpRM Korupsi: Aset Mewah Ariyanto Bakri Disita KPK - Dari Kapal Hingga Porsche

“Penyitaan barang bukti ini dilaksanakan sore tadi dalam kasus suap atau gratifikasi yang diduga berasal dari tersangka Ariyanto,” jelas Qohar saat berbicara dengan para jurnalis di Gedung Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta, pada Hari Selasa tanggal 22 April dini hari.

“Betul, ada tiga mobil, serta kami juga menemukan dua perahu di dekat Pantai Marina,” jelasnya.

Mobil berkelas tersebut terlihat tertidur di area parkir Kejagung. Berikut adalah daftar lengkapnya:

1. Mobil sport Porsche GT3 RS berplat nomor D 1196 QGK

2. Mobil balap kecil dengan nomor polisi B 199 IO

3. Mobil Abarth 695 dengan nomor polisi B 1845 AZG

4. Mobil Range Rover dengan nomor polisi B 500 SAY

5. Lexus LM 350h dengan nomor polisi B 50 SAY

belum ada respon atau pendapat dari Ariyanto mengenai penangkapan itu.


Kasus Suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Kejaksaan Agung menyatakan ada dugaan pemberian suap untuk mempengaruhi putusan dalam kasus korupsiperihalpersetujuan ekspor (PE) CPO atau minyak kelapa sawit murni pada masa Januari 2021 hingga Maret 2022. Dalam hal ini melibatkan perusahaan yang menjadi tersangka.

Ketigaperusahaan itu adalah Wilmar Group, Permata Hijau Group, serta Musim Mas Group. Marcella Santoso dan Ariyanto menjadi pegawal hukum bagi perusahaan-perusahaan tersebut.

Pada kasus ini, dituduhkan bahwa Muhammad Arif Nuryanta mengambil sebanyak Rp 60 miliar dari Ariyanto serta Marcella saat ia berperan sebagai Wakil Ketua di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dana itu diklaim berasal dari perusahaan multinasional bernama Wilmar Group.

Pengiriman dana ke Arif dilakukan oleh sekretaris, Wahyu Gunawan. Setelah menerima uang itu, Wahyu pun memperoleh bagian senilai USD 50 ribu atas layanan perantaraannya.

Arif setelah itu mengidentifikasi tim hakim yang akan memeriksa kasus suap terkait CPO tersebut.

Strukturnya meliputi Djuyamto sebagai Ketua Majelis Hakim, disertai oleh Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom sebagai hakim anggota.

Selanjutnya, diperkirakan Arif menyerahkan sejumlah uang suap itu kepada para hakim di pengadilan dalam dua kali pembagian. Pada tahap pertama, Arif mengantarkan jumlah keseluruhan senilai Rp 4,5 miliar untuk biaya pemeriksaan dokumen kasus ke tiga anggota majelis hakim tersebut.

Selanjutnya, Arif mengembalikan lagi sejumlah uang senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto dan timnya supaya mereka memberikan putusan bebas bagi para terdakwa.

Pada kejadian tersebut, Kejaksaan Agung Republik Indonesia awalnya telah mengidentifikasi delapan individu sebagai tersangka. Individu-individu itu meliputi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Arif Nuryanta, serta Marcella Santoso dan Ariyanto yang berprofesi sebagai pengacara. Tersangka lainnya mencakup Wahyu Gunawan, Panitera Muda Perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Selanjutnya, tiga hakim di majelis pengadilan kasus persetujuan ekspor CPO itu pun dinyatakan sebagai tersangka. Kemudian, termasuk juga pemegang perwakilan hukum dari Grup Wilmar, yaitu Muhammad Syafei.

Dalam keputusan mereka mengenai perkara izin ekspor minyak kelapa sawit tersebut, majelis hakim memutuskan bahwa korporasi yang menjadi tersangka telah melaksanakan tindakan sesuai dengan tuduhan. Akan tetapi, hakim berpendapat bahwa perilaku tersebut tidak termasuk sebagai suatu kasus korupsi.

Kemudian, majelis hakim menghukumkan bebas atau onslag serta membebaskan terdakwa dari kewajiban membayar gantirugi senilai Rp 17 triliun.

Yang terkini, selama mengembangkan kasus-kasus tersebut, Kejaksaan Agung setelah itu menyasar tiga individu sebagai tersangka tambahan. Mereka dituduh telah melawan proses penyelidikan alias obstructing justice dalam berbagai kasus: vonis lepas untuk kasus ekspor CPO, skandal suap terkait penjualan timah, serta masalah impor gula.

Keduanya merupakan dua pegiat hukum yaitu Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, bersama dengan Direktur Berita JakTV Tian Bahtiar.

Semua tiga orang tersebut diduga bekerja sama untuk menciptakan gambaran buruk tentang KPK di hadapan masyarakat umum. Mereka melakukannya dengan membangun pendapat publik melalui laporan-laporan yang bersifat negatif.

Pembentukan opini negatif tersebut kemudian dicurigai menyebabkan penyidik Jampidsus Kejagung merasa terpojok dan hal ini dapat menghambat proses investigasi perkara yang sedang mereka tangani.

Agar dapat melaksanakan hal tersebut, Marcella dan Junaedi mengeluarkan uang senilai Rp 478,5 juta kepada Tian Bahtiar.

Di samping itu, Marcella serta Junaedi Saibih diklaim telah mengungkapkan kesaksian yang salah saat penyelidikan berkaitan dengan kasus dugaan suap perihal putusan pelimpahan perkara CPO.

Tidak ada pemberitahuan dari para terdakwa perusahaan sawit mentah atau para pelaku utama dalam kasus manipulasi putusan perkara izin ekspor sawit mentah tentang tuduhan suap itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *