WASHINGTON DC, AsahKreasi–
Presiden Amerika Serikat Donald Trump sekali lagi mengeluarkan pernyataan keras terhadap institusi pendidikan bergengsi tersebut.
Setelah Universitas Harvard menolak tuntutan pemerintahannya yang dinilai melanggar hukum, Trump mengancam akan mencabut status bebas pajak kampus tersebut, Selasa (15/4/2025).
Ancaman ini muncul sehari setelah Harvard menolak permintaan pemerintahan Trump untuk merombak kebijakan akademik dan program keberagaman kampus, dengan risiko kehilangan pendanaan federal.
Tuntutan Donald Trump tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi AS dan prinsip kebebasan akademik.
“Harvard perlu mengucapkan permohonan maaf,” tulis Trump dalam postingannya di media sosial.
Dia juga mengungkapkan pertimbangan untuk mencabut status bebas pajak institusi itu jika tetap mendukung program-program yang dia sebut sebagai “politik, ideologis, dan bertema terorisme.”
Walaupun begitu, Trump belum menguraikan detail tentang cara pelaksanaan tindakan hukuman itu. Menurut undang-undang perpajakan Amerika Serikat, lembaga pendidikan seperti Harvard kebanyakan mendapatkan keringanan bebas pajak atas Pendapatan mereka karena berkontribusi pada penyelenggaraan pendidikan masyarakat.
Protes dari mahasiswa serta tuduhan terhadap antisemitisme
Tension ini dimulai dari deretan demonstrasi oleh mahasiswa pendukung Palestina di beberapa perguruan tinggi terkemuka seperti Harvard dan Columbia, yang berlangsung setelah serangan Hamas kepada Israel tahun 2023 serta balasan militer Israel di Gaza.
Pemerintah Donald Trump menganggap demonstrasi itu sebagai ekspresi dari antisemitisme dan ketidaksukaan terhadap Amerika.
Karoline Leavitt, Sekretaris Pers Gedung Putih, mengumumkan bahwa Trump meminta maaf kepada Harvard karena insiden tersebut dianggapnya mencerminkan sikap anti-Semitik terhadap mahasiswa Yahudi Amerika.
Dia juga mengatakan bahwa Harvard telah melanggar Pasal VI dari Undang-undang Hak Sipil yang melarang Diskriminasi berdasarkan Ras atau Negara Asal bagi Penerima Dana Federal.
Namun, sesuai dengan aturan itu, pembekuan dana baru dapat dilaksanakan setelah ada investigasi komprehensif serta pemberitahuan ke Kongres, hal ini belum terwujud baik di Columbia maupun Harvard.
Sebaliknya, beberapa dosen dan mahasiswa mengingkar dari tudingan terhadap perilaku diskriminatif rasial tersebut. Mereka berpendapat bahwa pemerintah justru memanfaatkan masalah ini untuk meredam kebebasan dalam hal penelitian serta ungkapan pandangan politik di area perguruan tinggi.
Harvard tolak campur tangan pemerintah
Dalam surat yang dirilis Senin (14/4/2025), Presiden Harvard Alan Garber menyebut permintaan pemerintah untuk mengaudit kampus dan mengakhiri program keberagaman sebagai penegasan kekuasaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang tidak terikat oleh hukum.
Dia menyatakan lebih lanjut, “Pernyataan itu menyalahi hak untuk bersuara secara bebas sebagaimana dijamin oleh undang-undang dasar dan UU Hak Asasi Manusia”, demikian tercatat.
Reuters
pada Rabu (16/4/2025).
Garber menggarisbawahi bahwa Harvard bertekad memerangi antisemitisme serta semua jenis prasangka, sambil terus mendukung kemerdekaan intelektual dan hak siswa untuk menyuarakan pandangan mereka dengan melakukan protes.
Segera setelah surat itu dirilis, Satuan Tugas Gabungan untuk Melawan Anti-Semitisme yang berada di bawah kekuasaan Trump menyatakan penangguhan kontrak serta hibah senilai lebih dari 2 miliar dolar AS (kira-kira 36 triliun rupiah) terhadap Harvard.
Meskipun demikian, rincian dari kontrak dan hibah yang dikurangi masih belum jelas. Sementara itu, pihak Harvard juga belum memberi komentar tentang tindakan tersebut.
Sekilanya, Universitas Columbia sudah sepakat memeriksa ulang ketentuan demonstrasi di lingkungan kampus mereka usai pihak berwenang mencabut dana kurang lebih 400 juta dollar Amerika Serikat yang mayoritas dialokasikan ke penelitian kedokteran serta saintifik.