Your cart is currently empty!
AsahKreasi
– Tantangan dilayangkan oleh Gabryel Alexander Etwiorry, Ketua DPD GRIB Jaya Jawa Barat, kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
ternyata, Gabryel tidak hanya mengundang Dedi Mulyadi untuk berdebat secara terbuka.
Namun, akan dibentuk pula satuan tugas alternatif layaknya Satgas Antipremanisme yang didirikan oleh Dedi Mulyadi.
Gabryel pun aktif di dalam urusan pemerintahan setempat.
Dikemas oleh AsahKreasi, berikut perjalanannya.
1. Tantangan Publik untuk Gubernur Dedi Mulyadi
Gabryel dengan jujurnya meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, untuk berkomentar tentang masalah kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tidak bertanggung jawab.
Setelah Di tantangan Oleh Ketua DPD GRIB Jaya Jabar, Sekarang Dedi Mulyadi Diminta Pembuatan Ini oleh Seorang Pengemudi Ojek Online
Dia menyuaratkan ketidaksetujuannya terhadap ide pemerintah provinsi untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Premanisme, berpendapat bahwa hal ini bisa menciptakan stigma negatif pada organisasi kemasyarakatan dengan mensosiskan mereka ke dalam kategori premanisme.
Gabryel bahkan meminta Dedi Mulyadi datang ke kantornya guna membahas secara langsung tentang pengertian premanisme yang menurutnya masih samar.
2. Penciptaan Tim Gabungan oleh GRIB Jaya
Sebagai tanggapan atas keputusan Satgas Anti-Prena, Gabryel menyatakan niat GRIB Jaya untuk membentuk satuan tugas alternatif.
Tim tugas khusus ini ditujukan untuk menghapuskan perilaku kekerasan dan penggunaan kuasa yang tidak sah dalam lingkup pejabat pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Gabryel menganggap bahwa tindakan perampokan dan pengancaman tidak hanya marak di kalangan publik, melainkan juga merambah ke instansi pemerintah.
3. Partisipasi dalam Politik Daerah
Sebagai Ketua DPD GRIB Jaya Jawa Barat, Gabryel turut hadir dalam acara deklarasi organisasi yang berlangsung di Kabupaten Bekasi. Dia juga memperlihatkan dukungannya kepada kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto pada kesempatan tersebut.
Dia juga menggarisbawahi bahwa GRIB Jaya siap memelihara ketenangan serta keamanan sepanjang penyelenggaraan Pilkada Serentak pada tahun 2024.
Telah diketahui bahwa Gabryel menolak ide Dedi Mulyadi untuk mendirikan satuan tugas anti-premanisme. Hal ini disebabkan adanya peningkatan aktivitas premanisme serta tekanan dari beberapa organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat, di antaranya adalah suatu kasus pungutan liar dan permohonan Tunjangan Hari Raya yang sering menjadi berita utama.
Setelah Ditantang Ketua DPD GRIB Jaya Jabar untuk Memberantas Premanisme, Dedi Mulyadi Justru Meminta Maaf
Dengan menggunakan saluran YouTube Titik Temu Podcast, Gabryel mengundang Dedi untuk melakukan perdebatan terbuka tentang aturan tersebut.
“Saya ingin mengatakan di sini bahwa saya dengan terbuka mempersilakan untuk berdiskusi secara proaktif. Mari kita bicara sehingga masyarakat tidak lagi memberi stigma negatif pada organisasi massa, mengapa demikian? Pernyataan Bapak Dedi tersebut menurut kami bisa menyimpangkan pikiran orang lain, Pak,” ungkap Gabryel saat wawancaranya dalam sebuah podkas yang ditayangkan hari Sabtu tanggal 12 April 2025.
Bukan hanya masalahnya saja, Gabryel juga mendorong Dedi untuk berkunjung ke kantor dan melakukan diskusi secara langsung. Dia menegaskan niatannya untuk lebih memahami makna premanisme seperti yang dijelaskannya.
Saya berkeinginan untuk mempelajari hal ini dari Bapak, saya penasaran dengan pengertian preman seperti apa yang Bapak maksud.
“Hingga saat ini saya masih bingung, Pak, bagaimana karakter seorang preman,” katanya.
Selanjutnya, Gabryel menyarankan bahwa upaya memerangi premanisme tidak harus berfokus saja pada organisasi masyarakat, tetapi juga perlu mencakup sistem birokrasi pemerintah.
“Kalau memang gubernur mendirikan satuan tugas untuk mengatasi premanisme, mohon membersihkannya dari luar terlebih dahulu dan masukkan ke dalam sekarang,” ujar Gabryel.
Menurut dia, tindakan premanis juga dapat diamati dalam sistem birokrasi.
Dia mengatakan bahwa mereka juga akan mendirikan tim khusus untuk memberantas tuntas para petugas kepolisian yang bertindak sewenang-wenang.
Sebab tim kita di GRIB juga akan mengorganisir sebuah satuan tugas untuk memerangi perilaku premanistik dalam birokrasi. Oleh karena itu, seluruh birokrat harus menjadi yang terbaik.
“Bupati dan Gubernur belum tentu benar semua, oleh karena itu jangan membuat kesan bahwa selama ini para pelaku tindakan kriminal hanya ada di organisasi kemasyarakatan,” tandasnya.
Sebelumnya, tindakan ormas dan lembaga swadaya masyarakat menarik perhatian Dedi Mulyadi lantaran mereka dengan jelas mengancam orang lain.
Menurut Dedi, hadirnya ormas dan LSM yang menakuti-nakuti ini menyebabkan warga merasa resah dan gelisah.
Salah satu insiden terjadi di Kota Bekasi, ketika petugas keamanan diserang oleh ormas yang menuntut untuk mendapatkan tunjungan hari raya (THR).
Selanjutnya, di wilayah kabupaten Bekasi, sebuah organisasi kemasyarakatan menyebarkan sampah di hadapan kantor dinas kesehatan.
Dedi Mulyadi Minta Maaf
Usai ditantang Ketua DPD GRIB Jaya Jawa Barat, Gabryel Alexander Etwiorry, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, justru menyampaikan permintaan maaf.
Dedi Mulyadi meminta maaf kepada masyarakat, khususnya warga Jawa Barat.
“Mohon maaf jika saya sering kali membuat keributan,” kata Dedi melalui unggahannya di Instagram pribadi.
Dengan postingan tersebut, Dedi menyatakan bahwa berbagai tindakan dan keputusannya selama menjadi Gubernur Jawa Barat sering kali memicu perdebatan.
Dia tahu tidak semua keputusannya akan disenangi.
“Saya ingin mengajukan permintaan maaf kepada semua warga Jawa Barat karena setiap harinya sering kali menciptakan keributan melalui berbagai macam tindakan dan keputusan, yang pasti hal ini tak disetujui oleh sebagian orang,” katanya.
Ia tidak memiliki masalah dengan setiap kritikan yang datang.
“Banyak hal yang mereka lakukan dengan terang-terangan sebagai bentuk kritikan diri sendiri, dan saya menyambut kritikan tersebut dengan positif, sebab teman yang tepat adalah orang yang memberikan kita pengingat,” katanya.
Menurut Dedi, kritikan datang karena dia dianggap terlalu gegabah dalam mengambil tindakan, sehingga memicu kekhawatiran tentang ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Meski demikian, dari sudut pandang lain, dia mengakui bahwa sebagian besar masyarakat justru senang dengan pendekatannya yang tegas. “Akan tetapi, ada pula banyak orang dalam masyarakat ini yang memiliki harapan-harapan tersbeut terpenuhi,” katanya.
Saya menjadi seorang pemimpin yang hidup di tengah-tengah kelompok dengan pandangan berbeda: mereka yang mendukung dan yang tidak setuju, serta mereka yang menyepakati dan yang enggan.
“Kedua belah pihak merupakan penduduk saya, yaitu warga Jawa Barat, kendati saat ini orang yang mengomentari tidak hanya terdiri dari rakyat Jawa Barat,” katanya.
>>>Perbarui berita terbaru di Google News untuk AsahKreasi
Leave a Reply